Adzan Magrib selesai dikumandangkan, buka terakhirselesai sudah tertunaikan, di langit di atas sana gelap belum sepenuhnya sempurna. Tak ada lagi taraweh malam  ini, yang ada sehabis magrib tadi, gema takbir berkumandang memenuhi angkasa raya.Â
Tanda berakhir sudah bulan puasa dan esok, adalah hari kemenangan bagi yang umat Islam, setelah berpuasa selama sebulan penuh. Diujung gang tempat Surya dan Eneng terdengar suara letusan kembang api menyertai kegembiraan berakhirnya ramadhan. Suasana yang sangat meriah.
Tapi, tidak demikian halnya bagi Surya. Ia termenung seorang diri di teras rumah kontrakan  yang sangat sederhana. Kesendirian yang begitu mencekam Surya. Setelah Eneng pergi, ada yang mengaduk-aduk hatinya, membuat gundah Surya. Masih tergiang perkataan Eneng sebelum pergi.
"Kang, aku harus gimana? Bertahan dengan kondisi seperti ini, nggak merubah apapun. Sehabis lebaran nanti, Eneng akan bekerja di Hongkong. Neng akan merubah kondisi ini, semampu yang dapat Neng lakukan. Akang setuju nggak setuju, Neng akan tetap berangkat ke Hongkong, Kang."
Terkejut Surya dengan keputusan berani yang diambil isterinya,tak disangkanya, tekad Neng sudah demikian bulat. Bahkan, untuk sebuah izin saja, Eneng sudah tak butuh lagi.
Bayangan hari-hari kelam menghantui Surya. Apa kelak  yang akan terjadi pada Enang, Bisa saja isteri yang dicintainya itu, akan tergoda pria Bangladesh seperti yang banyak dia dengar. Atau pelecehan yang dilakukan para agen TKW. Atau, bisa juga pelecehan akan dilakukan majikannya di Hongkong nanti. Semua kemungkinan, bisa saja terjadi.
Memang, kenyataan yang dihadapi Surya, sulit baginya untuk menerima kenyataan ini. Bagiamana tidak, kerja tahunan yang dijalaninya, tak memberikan apa-apa. Baik harapan apalagi materi.
Kontrak kerja yang diterimanya, sungguh aneh. Setiap tahun diperbaharui, konyolnya tidak selalu dua belas bulan. Pernah kontrak yang ditanda-tanganinya hanya sebulan. Padahal obyek kerjanya, memiliki waktu duabelas bulan setiap tahunnya. Tentu ada yang salah dalam hal ini.
Surya berharap memiliki pekerjaan tetap, bukan kerja yang setiap tahun diperbaharui dengan jumlah hitungan bulan kurang dari setahun.Â
Tak ada THR, tak ada tunjangan kesehatan. Jika pun ada asuransi, maka asuransi itu, harus dibayarkan Surya sendiri.
Belakangan, beban hidup semakin berat manakala  harga-harga sembako semakin meroket tinggi, BBM semakin tak terjangkau, dengan alasan  dicabut subsidi, lalu, biaya PLN mengikuti dibelakangnya dengan lompatan harga hingga dua ratus persen. Padahal gaji yang  diterima Surya hanya setara dengan UMR.Â