Kemana peran Negara? Kemana kebijakan yang pro rakyat, kebijakan yang pro pada mereka seperti Surya?
Untuk jadi pemimpin, semua orang pasti bisa, jika hanya dengan menaikkan pajak, menaikkan harga, mencabut subsidi, dengan alasan semua untuk biaya membangun negri. Tanpa memikirkan, kebijakan yang diambil mencekik rakyat.
Kemana gerangan, sumber daya alam yang melimpah? Apakah itu hasil tambang alam, sumber destinasi  alam yang dikagumi keindahannya. Sumber budaya adiluhung yang membuat kagum manca Negara? Bukankah itu memiliki asset besar yang cukup punya andil dalam pembiayaan membangun Negara.Â
Bukankah tujuan bernegara, bersatunya suku-suku, agama-agama agar masyarakat makmur untuk semua, tanpa pengecualian.
Surya bingung, mengapa dia dikecualikan? Tanpa THR, kontrak kerjanya hanya dalam hitungan bulan. Bahkan pernah hanya sebulan dalam setahun. Tanpa surat keterangan pengalaman kerja. Belum lagi gaji yang diterima sebesarUMR.Â
Bukankah Surya sarjana, bukankah Surya tenaga yangdiharapkan sebagai volunteer, agen perubahan menuju Indonesia baru, dengan slogan mengepung atau membangun Indonesia dari desa.
Apa yang salah terhadap Surya dan teman-teman yang seprofessi dengannya? Jika system kerja Outsorsing menguntungkan pengusaha, surya masih mengerti, tersebab penguasa memang profeet oriented. Tetapi, Surya bukan bekerja pada pengusaha. Surya bekerja pada negri yang katanya ingin membangun Indonesia dari pinggiran.
*****
"Jadi, gimana Neng? Eneng tetap akan pergi?" tanya surya pada Eneng.
"Eneng terpaksa Kang?"
"Eneng nggak kasihan sama Akang?"