Ke makam Mandeh itu, langkah kaki Menan selanjutnya. Kini, Menan tak membawa materi, tapi membawa do'a dan tekad.
Do'a yang dia akan panjatkan pada Allah di makam Mandeh, agar Mandeh diberikan Allah kelapangan di Alam sana, diberikan tempat yang terbaik disisiNya, serta tekad dalam dirinya untuk menjalani hari-hari berikutnya sebaik mungkin, baik untuk diri pribadinya, maupun untuk lingkungan masyarakat sekitarnya. Sehingga, ketika dia kembali kelak padaNya, dapat berjumpa kembali dengan Mandeh disisiNya.
*****
"Semua hasil penjualan saham pak Menan selesai" Ujar Notaris Saragih.
"Selanjutnya, apa lagi langkah berikutnya?" tanya Menan.
"Tak ada, Bapak tinggal tanda tangan disini, 5 hari kemudian, semuanya sudah beralih ke rekening Bapak". Lanjut Saragih.
"Bagaimana dengan rumah dan kendaraan lainnya?"
"Sama pak, Â lima hari lagi semuanya sudah aman di rekening Bapak"
Begitulah Boss besar yang bernama Menan itu, hanya dengan taksi menuju Pelabuhan Tanjung Priok dan dengan kapal laut tiba di dermaga Muara. Semuanya dia lego, tekadnya sudah bulat, membangun kampung Muara. Kampung dimana Mandeh beristirahat dengan tenang.
Perjuangan sesungguhnya bagi Menan, dimulai disini, dikampung Mandeh, sambil Menan menemani Mandeh, meski bentuk nyatanya kini, hanya berupa pusara.
Tapi, bagi Menan, Mandeh tetap hidup, tetap kekal dihati sang anak semata wayang Mandeh. Dihati Menan. Â