Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mencinta Baso sebesar Gunung Inerie

5 Juni 2017   15:14 Diperbarui: 5 Juni 2017   15:27 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Inerie (dok.Pribadi)

“Bagaimana dengan Enggit***?”

“Maksud Kus?”

“Kalau Kus bawa Enggit ke Ende, yang membawa tidak tahu, sampai kapan waktu pembuangan ini, kalau tidak dibawa, Kus juga tidak tahu kapan Kus dapat menjenguk Enggit ke Bandung”

“Itu masalah sederhana Kus, Ambu akan ikut Kus ke tanah pembuangan itu, dengan begitu, Enggit tentu akan ikut juga”

“Terima kasih Ambu” Kus berdiri, mencium tangan mertuanya.

Ada genangan air di kelopak sudut mata Kus, dia tahan sekuat mampunya agar tak jatuh, ekspresi haru, pada begitu besar jasa sang mertua pada dirinya, agar tetap kuat.

Begitulah pada 14 Januari 1934 dengan kapal menumpag Kapal Jan Van Riebeek, Ibu Amsi tiba di Ende, bersama Ibu Inggit, guna menemani sang menantu yang kelak menjadi Proklamator dan Presiden pertama RI. Setahun Sembilan bulan kemudian, tepatnya pada 12 oktober 1935 wanita agung ini meninggal dunia, karena serangan malaria.

Soekarno kelimpungan dengan musibah yang dialaminya. Soekarno memangis, tangis yang tak pernah keluar sebelumnya. Bahkan ketika di vonis di buang ke Ende, tanah yang nun jauh disana, jauuuuh sangat dari Bandung, dengan waktu yang tak dapat ditentukan. Soekarno tak menangis.

Soekarno sendiri yang memahat nisan Ibu Amsi, menggali makamnya dan menggotong wanita agung itu ke pemakaman dan meletakkan di liang lahat.

Namun, dimana kini nisan itu, tak meninggalkan jejak sedikitpun. Sejarah itu hilang tak berbekas. Bahkan menurut H.Usman, ketika siang hari, tempat itu tempat pacaran anak SMA dan di malam hari, anjing liar kerap tidur-tiduran diatasnya.

Tak terasa, ada isak yang sempat tertangkap telinga Baso, sigap Baso memeluk Mutiara cintanya. Dua insan yang tak muda itu, larut dalam dekapan, melarutkan cintanya agar kekal abadi. Sementara dari kejauhan terdengar Adzan Maghrib pertanda tiba waktu berbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun