Selama kami melakukan “kecurangan” itu, pemilik toko buku, sepertinya tak tahu yang kami lakukan. Semuanya aman-aman saja. Sesuatu yang bagi kami, seakan sebuah “prestasi”. Namun sesungguhnya bukan. Karena, ketika delapan tahun setelah peristiwa itu, setamat saya SMA, ketika saya main ke toko langganan saya, sang pemilik toko menceritakan pada saya apa yang saya lakukan. “Pak Tuo lakukan itu, karena Pak Tuo tahu, kalian anak-anak baik yang suka baca, hanya karena gak punya uang saja” begitu kata pemilik toko buku langganan saya.
Naik kelas lima, jenis bacaan yang saya baca sudah mulai bervariasi, ada buku-buku silat karya Ganes TH, serial si Buta dari Goa Hantu, Bukek Siansu karya Kho Phing Hoo. Si Jampang Karya Zaidin Wahab, buku-buku cerita rakyat dari berbagai daerah seperti Malin kundang, legenda Tangkuba Perahu dll.
Hingga tamat SD saya belum membaca novel, kenapa? Karena ada ibu yang selalu tahu apa yang saya baca. Karena dipertengahan kelas lima, saya dan teman saya merubah cara membaca buku. Masing-masing kami menyewa 2 judul buku untuk dibawa pulang, selesai baca, kami saling tukar buku yang kami pinjam. Itu sebabnya, ibu selalu tahu jenis buku yang saya baca.
Selanjutnya, buku yang dibaca era SMP…
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI