Jika beban pemerintah sudah demikian berat, dibutuhkan besi. Dalam hal ini, bisa saja pribadi-pribadi di luar Pemerintahan, ormas atau lembaga-lembaga nirlaba. Namun, kehadiran “Besi”. Juga, memiliki keterbatasan. Harus tidak melebihi batas maksimal yang diizinkan. Jika tidak, hanya akan membawa kehancuran pada konstruksi Pemerintahan.
Kesimpulannya, buatlah harmoni dalam Pemerintahan DKI. Masing-masing memiliki fungsi dan manfaat yang terukur dalam komposisi dan struktur Pemerintahan DKI. Jangan ada yang dominan. Keluar dari komposisi yang harmoni hanya akan menghasilkan kondisi disharmoni dan berakibat kelemahan.
Contoh disharmoni dapat digambarkan, bagaimana Ahok dengan pakaian Dinas dan perjalanan Dinas, bukan menyampaikan program DKI untuk masa yang akan datang, serta menyampaian target apa yang mesti diraih oleh Pemda DKI. Tetapi, malah menyampaikan persoalan “memilih atau tidak memilih”. Padahal masa kempanye belum dimulai. Persoalannya, semakin runyam ketika besi dalam konstruksi bangunan yang mestinya memberikan tambahan kekuatan. Terdiri dari besi yang kebanyakan memiliki kandungan “karbon”. Akibatnya, salah-salah penanganan. Konstruksi akan roboh. Kejadian yang semua kita, tidak menginginkannya.
Marilah, kita semua mau menjadi cerdas. Pelajaran kemarin merupakan sesuatu yang mahal. Sudah saatnya menciptakan harmoni, hindarkan kegaduhan-kegaduhan yang tidak perlu. Baik oleh mereka yang berada di Pemerintahan DKI apapun fungsi dan jabatannya dalam Pemerintahan DKI, maupun masyarakat DKI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H