Jam menunjukan pukul 15.20 Wita ketika peswat ATR menjejakkan kakinya dilandasan Bandara Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Satu-satu penumpang turun, termasuk saya.
Hanya dalam hitungan kurang setengah jam, seluruh penumpang sudah meninggalkan Bandara. Pesawat ATR hanya pesawat kecil saja, jumlah penumpang yang kurang dari enam puluh orang, ditambah Bandara Ende yang kecil pula, dengan landasan pacu yang hanya kurang lebih seribu seratus meter, plus keramah tamahan dan kesigapan awak Bandara, membuat semuanya selesai dalam sekejap.
Semua penumpang sudah pergi, sementara yang menjemput saya belum datang. Tepat di depan saya, ada Pos Polisi Bandara berdiri, ada Polisi dengan pangkat Kuning empat, dari nama yang tertampang saya tahu beliau dari Bali. I Made.....
Dari pembicaraan dengan beliau, saya tahu, Ende kota yang aman. Cerita sang Polisi itu, akhirnya terbukti. Ketika, selama saya berada di Ende. Bagaimana penduduk memarkir Sepeda motornya di tepi jalan, sementara sang pemilik sepeda motor bertamu selama berjam-jam di dalam rumah. Juga bagaimana penduduk Ende juga memarkir Sepeda motornya malam hari hanya di depan rumah saja.
Namun, perjalanan ini, bukan perjalanan wisata, melainkan perjalanan kerja. Saya hanya berharap, disela-sela kerja kelak akan ada waktu mengunjungi kedua tempat bersejarah itu.
Dua hari kemudian, kesempatan itu datang, ada sesuatu keperluan yang harus dikerjakan di Ende, saya tak menyia-nyiakan kesempatan emas yang tersedia, pada saudara saya itu, saya membuat deal, bahwa kami akan singgah di Taman Perenungan dan rumah pengasingan Soekarno.
Perjalanan yang memakan waktu tiga jam dari Mbay menuju Ende, akhirnya usai, tepat pukul 6.40 pagi, saya segera memasuki kota Ende, itu artinya, lokasi yang menjadi tujuan sudah di depan mata. Hanya, waktu yang yang belum tepat, deal untuk mengunjungi tempat bersejarah itu, akan kami lakukan setelah urusan di Ende selesai. Sekali lagi perlu kesabaran.
Alhamdulillah jam sembilan pagi urusan selesai, kini waktunya mengunjungi Taman Perenungan dan rumah pengasingan Soekarno pun tiba.
Namun sayang, pintu halaman situs rumah pengasingan Bung Karno, terkunci. Sehingga, kami hanya dapat memotret kondisinya dari luar, termasuk dua teman dari Bekasi tadi. Sadar akan kondisi demikian, saya segera menuju kantor kelurahan Kota Raja, yang letaknya hanya beberapa meter dari Rumah pengasingan Soekarno. Dengan menyebut asal kedatangan dan tujuan kedatangan, akhirnya pegawai kelurahan Kota Raja bersedia membantu kami, dengan menghubungi pegawai yang menjaga situs rumah pengasingan Bung Karno.
Dengan menunggu beberapa lama, akhirnya, pintu halaman terbuka, demikian juga dengan rumah pengasingan Bung Karno. Dengan demikian, saya dengan leluasa memasuki rumah kediaman Bung Karno. Rumah yang awalnya dimiliki oleh Bapak Abdullah Ambuwaru. Lalu, oleh Soekarno sendiri diresmikan sebagai Situs Bung Karno pada tanggal 16 mei 1954.
Situs Bung Karno yang saya datangi, merupakan Situs yang sudah mengalami renovasi, yang dilakukan pada 23 Juni 2012. Renovasi tersebut dilakukan secara total, mulai dari dinding, lantai hingga atap rumah, dengan tidak mengubah bentuk aslinya, hingga akhirnya diresmikan pada sabtu, 1 Juni 2013 oleh wakil Presiden Boediono sebagai penggagas awal renovasi situs Bung Karno.
Pada sisi lukisan yang merupakan ruang utama, ada setrika besi seberat 3 kg yang digunakan keluarga Soekarno, yang merupakan sumbangan dari Ibu Hajjah Aisyah. Di lemari yang sama ada juga cerek besi, serta kerekan air sumur, lengkap dengan nama-nama mereka yang menyumbangkan pada keluarga Soekarno.
Ada juga naskah drama “Rahasia Kelimutu”, ada biola yang digunakan Soekarno, meski kondisinya sudah agak rusak, sehingga saya bayangkan, tentunya, jika digunakan tak akan menghasilkan suara merdu lagi.
Pada sisi kanan ruang keluarga ada kamar tidur Soekarno dengan lemari pakaiannya hadiah dari Hajjah Sitti Maharani Sarimin binti H.M Saleh Banjar. Dan tempat tidur hadiah dari Haji Ahmad Ambuwaru.
Sedang pada sisi kiri, ada dua tempat tidur yang merupakan tempat tidur Ibu Mertua (Ibu Amsi) dan anak angkat Soekarno (Ratna Djuami), kedua tempat tidur yang merupakan hadiah dari Hajjah Sitti Maharani Sarimin binti H.M Saleh Banjar dan Haji Ahmad Ambuwaru.
Perjalanan saya teruskan ke belakang, pada teras sisi kiri bangunan ada Musholla tempat bung Karno sekeluarga melakukan sholat, sedangkan pada sisi kanan, ada sebuah lemari kaca yang cukup besar berisi koleksi buku tentang Seokarno.
Terus menyusuri sisi sebelah kanan, ada dapur, ada gudang, ada dua kamar mandi WC dan di depan kamar mandi WC ada sebuah sumur. Semua dalam kondisi baik. Pada sebagian pengunjung, memerlukan mencuci muka dengan air sumur, yang konon katanya sungguh sejuk.
Pada pengasingan di Ende ini pula mertua beliau (Ibu Amsi) meninggal, dan Soekarno memberikan penghargaan cukup pantas pada mertuanya dengan meletakkan jenazah Sang Mertua pada liang lahatnya.
Selepas dari kediaman pengasingan Soekarno, perjalanan diteruskan ke Taman Perenungan, Taman dimana diyakini sebagai tempat Soekarno melakukan Perenungan mendalam tentang bangsa ini ke depan, dari hasil Perenungan itulah, diyakini lahir Panca Sila.
Di Taman Perenungan yang rindang tepi laut itu, dibangun patung Soekarno yang sedang duduk pada sebidang bangku panjang, diatas kolam air menghadap ke arah laut.
Pada sisi Soekarno duduk, berada di bawah pohon Sukun bercabang lima. Ternyata pohon sukun yang meneduhi Soekarno adalah replika dari pohon sukun yang asli, nan ditanam pada tahun 1981, setelah pohon aslinya tumbang pada tahun 1960.
Sebuah episode dalam perjalanan panjang menuju kemerdekaan, telah turut di sumbangkan masyarakat kota Ende, jejak itulah yang saya tapaki di Ende pada medio akhir Juli 2016 lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H