Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Ramadhan yang Penuh Pernik

27 Mei 2016   11:33 Diperbarui: 27 Mei 2016   21:03 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesan ramadhan akan sampai, jika saja, kita mampu untuk menangkap hikmah yang ramadhan berikan. Diantara hikmah itu.

Satu, Bangun lebih pagi. Ada kiat sukses, jangan bangun kedahuluan oleh Ayam. Jika Ayam yang bangun pagi aja, hanya memperoleh remah makanan. Lalu apa yang akan diperoleh mereka yang bangun kalah duluan dengan Ayam.  Ramadhan mengajarkan itu pada kita. Kita bangun sebelum Ayam bangun. Konsep sukses yang berlaku universal, seperti kata Benjamin Franklin,”Early to bed and early to rise make a man healthy, wealthy, and wise”

Bangun pagi yang dihubungkan dengan Shaur, tidak berhanti pada titik itu saja. Ibadah sholat Subuh mengiringi dibelakangnya. Kesatuan sempurna antara santapan Jasmani dan rohani. Akibat turunan dari kondisi terpenuhinya santapan  Jasmani dan Rohani, akan berdampak pada kesehatan rohani dan Jasmani. 

”Early to bed and early to rise make a man healthy, wealthy, and wise” (sumber gambar disini)
”Early to bed and early to rise make a man healthy, wealthy, and wise” (sumber gambar disini)
 Dua, Peribadatan sempurna. Puasa yang dilakukan, mesti tidak kasat mata, seperti sholat dll. Tapi puasa adalah ibadah yang sempurna. Untuk memperoleh agar puasa tidak batal. Maka, kita harus menjaga mata dari melihat hal yang diharamkan, menjaga mulut dari bergunjing, berkata kotor, berbohong. Kenyataan hidup mengajarkan. Betapa banyak kesuksesan yang gagal hanya karena gagal menjaga omongan, mata dan bahasa tubuh.

Tiga, Tahu bersyukur. Jika ingin mengerti nikmatnya makan dan minum, maka tunggulah ketika perut lapar dan dan dahaga tiba. Puasa mengajarkan itu. Ketika berbuka. Betapa nikmatnya tegukan air yang pertama melewati tenggorokan, betapa nikmatnya makanan ketika perut lapar setelah satu hari full tanpa makanan.   

Kesyukuran akan nikmat itu, diharapkan agar ditransformasikan kedalam kehidupan nyata pasca Ramadhan. Betapa banyak  manusia tak mengenal siang malam mencari nafkah bukan karena miskin. Melainkan karena kurang banyak. Mengapa kurang banyak? Karena tak mampu bersyukur. Tak mampu menikmati apa yang telah diperoleh.

Pengejaran pada materi yang tidak berujung, akan menimbulkan kerugian yang tak diperhitungkan sebelumnya. Berbagai penyakit datang, kehangatan hubungan dalam keluarga yang hilang, sirnanya kehangatan antara suami- isteri, orang tua-anak. Merupakan harga mahal yang harus dibayar karena hilangnya rasa syukur pada perolehan yang telah dimiliki.

Empat, Menyuburkan Empaty pada sesama. Gersangnya kehidupan tanpa empaty semua orang mengetahuinya. Namun, untuk melakukannya, perlu stimulus. Ramadhan menyediakan itu. Dengan berlapar-lapar, akan  ada empaty pada mereka yang “lapar”.  Target pencapaian dalam perolehan materi, akan menghindarkan terciptanya atau bertambahnya jumlah  kelompok mereka yang “lapar”. Sebaliknya, upaya pencapaian target perolehan materi sebanding dengan upaya mengurangi kelompok mereka yang “lapar”. Mengangkat derajat mereka sebanding kemajuan pencapaian yang kita peroleh.  

Masalahnya, maukah kita mengambil hikmah  ramadhan? Lalu mentransformasikannya dalam kehidupan nyata pasca lebaran. Inilah PR kita yang sesungguhnya…. Wallahu A’laam.

sumber gambar. disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun