[caption caption="Ilustrasi KA Cepat bandung - Jakarta (sumber gambar di sini)"][/caption]Sebelum saya menjabarkan skema pengembalian utang, pada proyek pembangunan KA cepat Jakarta-Bandung. Ijinkan saya memohon maaf terlebih dahulu. Mengapa? Karena angka-angka yang saya hitung nanti, sebatas pengetahuan saya yang sederhana dan sangat terbatas. Sementara data yang saya gunakan, hanya terbatas pada data yang saya peroleh dari media yang saya baca. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan, hasil dari perhitungan saya kelak. Tidak sesuai dengan perhitungan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki “otoritas” resmi.
Baiklah kita mulai hitungannya sbagai berikut :
Jumlah utang = 78 Trilyun
Besar Bunga = 2 %
Waktu pembayaran = 40 tahun
Maka, besaran nominal yang harus dibayarkan setiap tahun
Jumlah utang = 1.95 Trilyun
Besar Bunga = 0.039 Trilyun
= 1.989 Trilyun
= 1,989 Milyard
Jika diasumsikan, satu tahun 360 hari, maka kewajiban membayar
utang setiap hari = 5.525 Milyard
= 5.525.000.000 Rupiah
Jika harga Tiket Kereta api, Rp.200.000/org.
Maka untuk mencapai nominal 5.525 M dibutuhkan penumpang
= 27,625 orang (dua puluh tujuh ribu enam ratus dua puluh lima penumpang)
Dari perhitungan diatas, maka, pengembalian utang akan mencapai titik impas, jika KA cepat Jakarta – Bandung mampu menyerap penumpang dengan jumlah penumpang 27.625 orang per hari, selama 40 tahun.
Beberapa kendala.
Dari angka-angka yang saya tuliskan diatas, ada beberapa kendala yang akan kita temui pada KA Cepat Bandung-Jakarta. Diantaranya sebagai berikut:
Satu, Berdasarkan data dirjen perhubungan darat, jumlah penduduk yang berpergian Jakarta-Bandung setiap hari 134.540 orang. Dengan rincian, menggunakan travel sebanyak 30.000-35.000 orang, 2000-2500 menggunakan jasa KA, sisanya menggunakan mobil pribadi. Masalahnya sekarang, bagaimana mendongkrak pengguna jasa Kereta Api sebanyak 11 kali lipat dari yang sekarang atau 1.100%. Sulitkan, untuk memmbayangkannya.
Dua, Kan bisa mengalihkan pengguna travel menjadi pengguna Kereta Api? Teori diatas kertas, mungkin saja bisa. Namun, mampukah KA cepat, memberikan layanan “prima” yang telah diberikan travel selama ini, sehingga pengguna travel, akan beralih pada KA cepat. Seperti, rute yang menjangkau daerah terdekat dari hunian para traveler. Seperti, Bandung-Kelapa Gading, Bandung-Jatiwaringin, Bandung-Bintaro. Jika jawabannya Bisa, lalu apakah harganya bisa bersaing, dengan apa yang selama ini, dinikmati oleh mereka pengguna jasa travel. Agak sulit membayangkan, hal ini, bisa terlaksana.
Tiga, Diasumsikan setiap rangkaian akan membawa penumpang dengan kisaran 484-580 penumpang. Untuk mengangkut jumlah minimal penumpang dengan jumlah 27.625 penumpang, dibutuhkan 56 kali perjalanan. Atau 28 pemberangkatan dari Bandung dan 28 kali pemberangkatan dari Jakarta.
Jika diasumsikan KA Cepat pertama berangkat pada jam 5.ºº pagi dan berakhir jam 22.ºº Malam. Maka, beda waktu pemberangkatan dari kedua stasiun terjadi dengan interval selang waktu, selama 40 menit. Artinya, ada pemberangkatan KA setiap 40 menit, dimulai jam 5.ºº pagi hingga jam 22.ºº malam. Tanpa henti, terus menerus. Mungkinkah?
Empat, Jumlah penumpang 27,625 hanya mampu untuk menutupi pengembalian utang pembangunan infrastruktur. Perhitungan itu, belum ditambah dengan biaya operasional bahan bakar KA, biaya maintenance KA, maintenance jalur KA, biaya Maintenance stasiun dan biaya “salary” mereka yang terlibat didalamnya. Apalagi jika, diingat, setelah beroperasi tahun 2019, KA cepat Jakarta-Bandung akan menyerap 28.000 tenaga kerja. Ujar Mentri Rini.