Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akar Masalah Angkutan di Sumatera, Solusi Kereta Api?

19 Januari 2016   22:11 Diperbarui: 19 Januari 2016   22:11 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Stasiun Binjai, Sumatera Utara (dok. Pribadi)"][/caption]Kemarin saya memposting tulisan dengan judul “Jalan Toll Trans Sumatera, Sebuah Musibah”. Beragam tanggapan yang muncul. Dari yang mendukung hingga yang mencemooh, hingga ada juga kesan, seakan saya tidak kenal daerah yang saya tulis.

Untuk membahas itu, agar lebih jelas dan detail, saya buat tulisan ini.

Perjalanan dari Medan ke Binjai, jika hari-hari biasa, bukan hari libur, memakan waktu 45 menit hingga satu jam. Padahal jarak Medan – Binjai, hanya 20.08 Km. sebuah perjalanan yang sangat lama, mengingat jaraknya hanya 20 km. Untung ada Kereta Api. Hingga untuk mereka yang ingin tepat waktu, dapat menggunakan KA yang hanya butuh waktu 25 Menit.

Tapi, masalahnya bukan itu. lihat truk yang lalu lalang antara Medan – Binjai, memakan bahu jalan dan jalan terseok-seok. Lihat juga KA Medan-Binjai. Hanya melayani penumpang manusia.

Jika saja truk-truk itu minggir semua dan barangnya diangkut KA, berapa ruas jalan yang dapat dihemat? dan berapa lapangnya jalan sehingga memperlancar dan mempersingkat jarak tempuh antara Binjai-Medan. Mungkin saja bisa menjadi 25 menit. Apakah mungkin? Jawabnya mungkin. Bagi mereka yang hidup didaerah ini sekitar tahun delapan puluhan, hal itu biasa mereka alami, termasuk saya, yang juga megalami hal yang sama, ketika tahun-tahun segitu.

Kasus kedua, Perjalanan Medan – Tebing Tinggi. Pada hari-hari biasa, memakan waktu tiga hingga empat jam. Padahal jarak antara kedua kota, hanya 80,24 km. lalu, lihat KA Medan- Tebing Tinggi, hanya butuh 1 Jam 20m menit untuk jarak yang sama.

Masalahnya sama, truk-truk yang lalu lalang antara Medan – Tebing Tinggi, menguras badan jalan dengan kecepatan terseok-seok. Sementara KA kosong, hanya melayani penumpang dan sesekali membawa minyak sawit. Jika saja, semua angkutan truk menggunakan KA. Berapa jalan yang dapat dibebaskan hingga angkutan menjadi lancar. Semua orang yang hidup di daerah ini tahun 80’an dan 90’an tahu, kalau Medan – Tebing Tinggi ditempuh hanya 1,5 – 2 Jam.

Bagaimana dengan jarak tempuh Medan – Rantau Prapat yang berjarak 276.32 Km? daerah yang dulu tahun 80’an dan awal 90’an, hanya diisi oleh kebun sawit dan karet ini, sekarang sudah dipenuhi dengan kota yang padat penduduk. Tak bisa saya membayangkan lama perjalanannya jika menggunakan jalan raya. Sedangkan jarak tempuh dengan KA masih seperti dulu, berkisar 7 jam.

Sekarang beralih ke Sumatera Barat. Jarak Padang – Bukittinggi, hanya 95.48 km. Dulu, biasa ditempuh dalam waktu 1,5 – 2 jam. Tetapi sekarang? Jangan Tanya. Penyebabnya, truk angkutan barang menguasai jalan ini, terutama sekitar lembah Anai, truk makin jalan terseok-seok. Akibatnya, waktu tempuh, molor kemana-mana.

Sekarang beralih ke Sumatera Selatan. Jarak Indralaya – Palembang hanya 42.48 km, jika lancar, hanya butuh waktu kurang dari satu jam. Namun, jika padat hingga 2-3 jam. Siapa yang memenuhi jalan raya itu? Dominan diisi Truk pengangkut barang. Jika saja, truk pengangkut barang hilang dari jalan raya, betapa lancarnya jalan ini?

Palembang – Betung, tahun delapan puluhan, ketika jalan ini masih jelek (tidak beraspal) saya sering naik angkutan umum disini, waktu tempuh hanya sekitar 3 jam. Padahal jaraknya 295.71 km. coba Tanya sekarang, berapa jam? Kenapa? Jawabnya, karena truk yang berjalan ngengsot menguasai jalan ini.

Demikian juga dengan Jambi – Betung, yang hanya 68.91 km. dulu hanya ditempuh dalam waktu 1.5 jam, sekarang? Bisa 3 jam saja sudah syukur. Sekali lagi penyebabnya, angkutan barang.

Awalnya, dengan adanya lintas Timur, membawa harapan segar perjalanan Tanjung Karang – Palembang akan semakin lancar, waktu tempuh semakin singkat. Kenyataannya? Jalan itu, sekarang sudah penuh, terutama oleh truk-truk antar Provinsi yang akan ke Jawa. Padahal jarak tempu antara Palembang – Tanjung karang hanya 627.81 km. Hebatnya, waktu tempuh yang dilakukan KA sejak dulu hingga kini, tetap sama. Bahkan sekarang lebih cepat satu jam.

Jadi, apa kesimpulannya? Biang kerok kemacetan itu, truk angkutan barang antar Provinsi. Dan solusinya, gantikan fungsi transportasi angkutan barang itu dengan Kereta Api.

Untuk yang terakhir ini, saya mempunyai usulan sebagai berikut.

Satu, hidupkan kembali KA. Bukan hanya KA yang sudah mati, tetapi tambah routenya. Seperti KA Medan – Binjai – Langkat. Lalu buat regulasinya, sehingga seluruh angkutan barang yang melalui daerah ini, menggunakan KA.

Demikian juga KA Medan – Rantau Prapat, dapat diteruskan hingga Sidempuan dan Riau. Lalu buat juga regulasinya, semua angkutan barang yang melalui daerah ini harus menggunakan KA.

Juga KA Padang – Padang Panjang, lanjutkan hingga ke Solok dan Gunung Medan

Juga buat Jalur baru Jambi-Betung-Palembang-Tanjung Karang-Tarahan.

Juga Efektifkan KA Muara Enim – Palembang dan Muara Enim- Tarahan.

Dua, untuk Sumatera Utara, semua KA yang berakhir di Medan terintegrasi ke Belawan, untuk selanjutnya menyeberang Pulau. Demikian juga untuk Sumatera Barat, dari Padang Ke Teluk Bayur untuk selanjutnya ke Jawa atau Pulau lain. Sedangkan Jambi, Palembang dan Lampung, akan berakhir di Tarahan, lalu menggunakan Kapal laut ke Jawa atau Pulau lainnya.

Tiga, untuk KA yang saya maksud, tentu bukan KA model seperti yang kita lihat sekarang, melainkan KA yang sudah dimodernkan seperti di Jawa seperti yang sudah di lakukan oleh Ign Jonan ketika menjadi Dirut PJKA tempo hari.

Empat, untuk daerah yang sudah krodit seperti Medan-Binjai, Medan-Tebing Tinggi, Padang-Bukittinggi, Indralaya-Palembang, lakukan pembuatan Toll. Sehingga masyakat memiliki banyak pilihan akses dalam bepergian. Satu hal yang paling krusial, jarak tempuh kota-kota diatas, relative dekat.

Lima, Perlebar jalan Trans Sumatera yang telah ada, lakukan maintenance secara berkala dan buat jalan by pass pada setiap kota yang dilaluinya. Sehingga tidak menimbulkan kemacetan ketika memasuki kota, di dalam kota dan ketika keluar kota.

Jika, saja kelima point diatas dapat dilakukan secara efektif, maka saya rasa, tuntutan agar dibangun Toll Trans Sumatera akan berkurang dengan sendirinya.

Sesungguhnya, tuntutan pembangunan Toll Trans Sumatera, sebenarnya bukan sebab, melainkan akibat. Sebabnya, karena selama ini, kita terlalu mengandalkan perpindahan barang, dengan moda angkutan truk. Sudah saatnya, pola ketergantungan pada truk itu, dialihkan pada Kereta Api. Semoga !!!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun