Seorang Suami harus ingat, ketika mereka menikahi seorang wanita. Sesungguhnya, dia telah mengambil alih tanggung jawab seorang Ayah dari wanita yang dinikahinya. Artinya, bagaimana sang Ayah berusaha untuk membahagiakan anaknya seumur hidup sang Ayah, demikian pula yang harus dilakukan seorang Suami. Bagaimana seorang Ayah berusaha agar anak wanitanya tak tersakiti dan tersia-sia dalam kondisi apapun, itu pula yang harus dilakukan oleh seorang Suami pada istrinya.
Sehingga, ketika seorang Suami akan menyakiti atau menyia-nyiakan istrinya, seharusnya sang Suami bertanya, apakah hal demikian, mungkin dilakukan oleh Ayah dari wanita yang dinikahinya itu? Jika jawabannya tidak mungkin, maka jangan lakukan itu.
Menjamin kebahagiaan seumur hidup terhadap wanita yang dinikahi, akan melahirkan pola pikir bagaimana menjamin kepastian terpenuhinya kebutuhan Jasmani dan rohani dari wanita yang dinikahi Suami. Suami hendaknya memastikan kebahagian yang dia usahakan ketika muda dulu, tetap dapat dia saksikan hingga akhir hayatnya.
Pengingkaran terhadap kewajiban seorang Ayah pada anaknya, pengingkaran kewajiban seorang Suami terhadap istrinya, akan berakhir pada pengingkaran kehadiran seorang Ayah dan Suami terhadap anak dan dan istrinya.
Inilah yang disebut dengan kemiskinan mutlak itu. Miskin dari materi dan miskin dari ke-peduli-an anak dan istri terhadap Ayah dan suami. Kondisi yang semua kita tak inginkan. Sangat mengenaskan, memang. Seperti yang terjadi pada Bapak tua, diawal tulisan ini.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H