“Begitulah, seperti yang Uni lihat semua. Sam lagi ngaji ke Surau. Kemenakan Zurai lagi di dalam, katanya lagi Browesing Internet” jawab Paman lagi. Okh, jadi ponakan Paman yang tinggal di Jakarta itu, namanya Zurai, anehnya juga kedengarannya.
“Bagaimana perkembangan Pala dan Aren, Man?” tanya Paman
“Alhamdulillah lancar Paman, tolong do’anya. Kalau saja sesuai rencana. Daerah kita yang dikenal penghasil gula, akan lebih berjaya lagi dengan gula Aren. Begitu juga dengan buah Pala” jawabku.
“Amien… InsyaAllah berhasil” jawab Paman Sutan Batuah.
“Bagaimana dengan samba yang dikirim lima hari ini, Uni?” tanya Paman pada Mande.
“Luar biasa, sabana lamak, mana kamanakan Sutan itu? ajaklah duduk di sini?” kata Mande pada Paman Sutan Batuah lagi.
Setelah di panggil Paman, maka Zuraipun keluar. Tapi, kok??? Yang keluar itu Ida. Bagaimana menjelaskan ini semua? Okh, kok aku jadi telmi begini, bukankan nama Ida, lengkapnya Zuraida. Teman satu jurusan waktu di IPB dulu, mahasiswa dengan IP kedua tertinggi setelah aku.
Idapun menyalami Mande, lebih tepatnya memeluk Mande disertai cipiki-cipika. Lalu menyalami aku, sambil senyum diselingi matanya yang sesekali melotot padaku.
Mande dan Paman Sutan Batuah dan Etek Ros –Istri Paman- terus saja bercerita panjang lebar, sementara aku dan Ida hanya ikutan nimbrung aja.
Tiba-tiba ponselku bunyi, ada sms yang masuk, lho… kok dari Ida. “mau lari kemana lagi lu, semua syarat yang lu omongin sama Afrizon udeh gue penuhin semua, bahkan Mande bilang, masakan gue lamak bana….hehehehe”
Aku menengadahkan wajah, melihat ke wajah Ida, Ida sedikit memonyongkan bibirnya. Akh, aku kalah telak, memang sejak dulu Ida memang cantik dan manis. aku balas smsnya “ok, gue nyerah, besok lu gue lamar… hahahaha”