Mohon tunggu...
Issyaroh Kudo
Issyaroh Kudo Mohon Tunggu... Guru - guru SD

Hanya ingin menulis terutama ketika muncul ide

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hhujan ke-13 di Bulan Juni

28 Juni 2021   14:07 Diperbarui: 28 Juni 2021   14:35 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Penulis laporan itu pemuja hujan! Cari semua orang yang pernah mengunggah puisi, cerpen, esai, apapun di internet! Pakai kata kunci hujan di bulan Juni. Cari siapa saja mereka. Interogasi mereka. Dia pasti salah satu dari mereka!" Seorang lelaki berbadan kekar berkulit legam memerintah. Suaranya kencang menggelegar melalui speaker raksasa yang dipasang di setiap sudut halaman.

Para warganet bubar. Sibuk mengecek gawai masing-masing. Mereka kalap menelusuri setiap warganet yang mengunggah apapun tentang hujan di bulan Juni. Tapi hasilnya nol. Tentu nol, karena Juniati tak pernah bersinggungan dengan media sosial. Dia tak suka, apapun alasannya.

***

Juniati berbaring di atas peraduannya. Terlentang memandang langit-langit kamar. Seraut wajah terlukis di sana. Wajah tirus dengan garis muka yang tegas. Bibir yang menghitam karena isapan rokok. Matanya setajam elang. Juniati bangkit, ia hendak mengulurkan tangannya menggapai wajah itu. Namun ia kecewa, karena wajah itu sudah menghilang sebelum ujung jemarinya menggapainya.

Lemah badannya terkulai di atas bantal. Lemah pula hatinya. Hati yang dulu pernah dibawa seseorang pergi ke negeri yang jauh, lalu pulang begitu saja di hari pertemuan dengan lelaki bermata elang itu. Kini ia tak lagi merasakan hatinya di situ. Pergi jauh dibawa hujan ke tiga belas di bulan Juni.

Mata Juniati kian berat. Akhirnya ia tak kuasa menahannya. Dewa mimpi tak sabar menjemputnya. Ia membawa Juniati terbang ke angkasa. Melayang di antara bintang. Juniati hinggap di rasi Ursa Mayor. Melompat dari atas kepala sang beruang ke badannya, ke ekornya, lalu bergelantungan di sana. Berayun-ayun sambil bernyanyi. Para bidadari penghuni bulan beterbangan mencari arah suara nyanyian, lalu mereka membentuk formasi, menari seirama lagu.

Sekonyong-konyong terdengar suara rintik hujan. Juniati berhenti bernyanyi. Dia mendengarkan dengan seksama. Para bidadari bubar, kembali ke istananya di bulan. Rintik hujan semakin deras. Juniati terbangun. Ia melompat dari tempat tidurnya, melihat keluar jendela yang terbuka. Hujan! Benar, hujan! Ia turun dengan deras. Juniati tertegun sesaat sebelum menyambar buku catatannya.

Hujan ke tiga belas di bulan Juni, pukul 23.30. Entah sudah berapa lama, aku sudah tertidur ketika hujan ini turun. Ya, akhirnya hujan yang kutunggu ini datang juga. Akankah si mata elang memenuhi janjinya? 

Dinyalakannya komputer di atas meja. Dia bersiap mengirim surat elektronik kepada Kepala Lembaga Cuaca. Diputuskannya, ia tak akan mengirimkan catatannya lagi ke lembaga itu. Catatan ini sama sekali tidak akurat karena ia tak melihat rintik pertama hujan ini.

Sebuah pesan masuk ke dalam surelnya satu menit yang lalu. Dari Kepala Lembaga Cuaca. Pasti Pak Kepala sudah tak sabar menunggu laporan itu. Tebakannya salah, bukan itu yang disampaikan.

Tak perlu kau kirimkan laporan hujan ini. Aku akan mengambilnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun