Mohon tunggu...
Iswara Rusniady
Iswara Rusniady Mohon Tunggu... Human Resources - Pustakawan

sekedar mencoba berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud featured Pilihan

Perpustakaan dan Pustakawan Perlu Sentuhan untuk Mengubah Paradigma

22 Januari 2020   13:31 Diperbarui: 6 Juli 2022   06:01 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat yang berminat baca/berbudaya baca sekian.? Tapi saya yakin hal itu Bapak almarhum Sukarman dkk di Pusbinpustak (Pusat pembinaan perpustakaan), memprediksi itu sebelumnya lewat penelitian,pengkajian, survai dan analisa yang cukup tajam. Hal ini nampak dari program pembinaan dan pengembangan perpustakaan dan pustakawan, bertahap terpadu dan terkoordinasi dari pusat dan daerah. Kalau kita lihat atau bandingkan kenyataan yang ada sekarang (saya tidak punya data pasti) jumlah pustakawan di Indonesia baru sekitar 3000 orang yang tersebar di wilayah NKRI). Sedangkan jumlah Pustakawan di Perpusnas sekitar 243 orang (Data Pustakawan Perpusnas tahun 2016). 

Jadi kalau dibandingkan rencana/prediksi yang dulu, Jumlah Pustakawan di Indonesia masih sedikit, bila dibandingkan dengan jumlah perpustakaan yang ada sekarang. Jumlah perpustakaan, jumlah pustakawan maupun jumlah minat baca/jumlah pengunjung perpustakaan. Masih jauh dengan apa yang menjadi prediksinya, harusnya jumlah perpustakaan dan pustakawan sudah di atas 6 ribuan orang pustakawan. Juga jumlah perpustakaan, seharusnya jumlah perpustakaan meningkat atau sejalan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas jumlah penduduk Indonesia. 

Dulu saja anggaran perpustakaan sebenarnya tidak terlalu besar, malah bisa dianggap minim, tetapi dalam pembinaan dan pengembangan, sudah cukup baik. Tapi sekarang sebenarnya anggaran sudah cukup/lumayan besar, namun dalam pengembangan jumlah pustakawan tidak terlalu banyak, begitu juga jumlah perpustkaan, juga jumlah minat/pembacanya. Walau program promosi perpustakaan, program promosi minat/budaya baca terus meningkat, dengan adanya talk show, road show, dan berbagai gerakan minat baca. Tetapi kalau boleh mempertanyakan, apa dengan adanya kegiatan tersebut apakah sudah terjadi peningkatan minat baca. 

Padahal penggunaan dana termasuk sudah cukup besar, untuk program kegiatan tersebut. Kalau menurut pendapat saya, masalah tersebut, kalau melihat data lama atau melihat kembali konsep para senior pustakawan dulu, tanpa promosi yang "jor joran", tetapi terbukti minat baca cukup meningkat. 

Dulu sebelum pengembangan perpustakaan atau pengembangan pustakawan atau pengembangan minat baca, kalau saya mengamati, sebelum program/kegiatan dilaksanakan, sebelumnya lewat sebuah "semacam ada penelitian/pengkajian walau sederhana." baru di programkan secara bertahap, misalnya dalam kebijakan pengembangan perpustakaan sekolah, maka dulu dikenal perpustakaan sekolah perintis/perpustakaan model. Dulu hampir tiap provinsi mempunyai perpustakaan sekolah perintis, perpustakaan desa contoh.

Dengan adanya perpustakaan model tersebut barangkali, tujuannya agar supaya, kedepannya dalam pengembangan perpustakaan sekolah, agar setiap sekolah yang mau mengembangkan perpustakaan sekolah, yaitu dengan melihat perpustakaan sekolah printis/perpustakaan model tersebut.

Sekarang, bentuk pembinaan dan pengembangannya, nampaknya tidak seperti dulu. Contohnya; pengembangan perpustakaan desa, tidak ada lagi perpustakaan desa perintis atau perpustakaan desa model, ditiap provinsi/kabupaten/kota di wilayah NKRI, kalau semua desa dikembangkan perpustakaannya seperti pola pengembangan perpustakaan desa seperti sekarang, hampir semua desa diberi bantuan sejumlah buku, rak buku dan pelatihan singkat, agaknya kalau bentuk pembinaan dan pengembangan seperti itu, menurut pendapat saya terlalu berat? Kenapa terlalu berat, ya itu tadi, kalau setiap desa diwilayah NKRI secara karakteristik beragam, dan tingkat pendidikan, ekonomi, budaya dan basic minat bacanya berbeda. 

Kalau boleh saya berpendapat atau hanya sebagai saran, sebaiknya yaitu setiap desa perlu dikelompokan berdasarkan potensi desa dan kemampuan desa, misalnya; ada desa kelompok desa A, kelompok desa B, kelompok desa C. Dalam arti tiap kelompok desa itu pencapaian minat/budaya baca, tingkat pendidikan dan perekonomian berbeda-beda kondisinya. Makanya dalam pola pembinaan dan pengembangan perpustakaan desanya, termasuk bantuan koleksinya tidak bisa diperlakukan seragam. Mungkin sebaiknya pembinaan dan pengembangan koleksinya disesuaikan dengan mata pencaharian, karakteristik dan budaya tiap daerah/desa berbeda, secara bertahap disesuaikan dengan pengelompokan desa. Tapi saya tidak tau pasti, apa sekarang dalam membuat program/kegiatannya, apa sudah lewat pengkajian, analisa yang cukup jelas seperti dulu atau tidak atau asal bikin progam/kegiatan saja.

Kalau melihat atau mengamati permasalahan yang dikemukakan di atas, kalau menurut saya, karena "Pusbinpustak dan bina sistem perpustakaan" yang perlu ada perbaikan. Termasuk didalamnya apabila Perpustakaan Nasional termasuk Perpustakaan Daerah, jika masih ada yang memperlakukan atau mengkondisikan seperti pustakawan penjaga gudang atau mengkondisikan pustakawan "bagai katak dalam tempurung" tentu pustakawan nanti akan seperti "tikus mati dalam lumbung padi" rasanya sulit perpustakaan dan pustakawan untuk berkembang sesuai apa yang dicita-citakan senior kita dulu. Pustakawan sekarang tidak seharusnya lagi dijadikan sebagai penjaga gudang atau sebagai "tukang ketik", "tukang lap buku", dan tukang jaga buku, serta tukang atau kuli angkut. Harus menjadikan pustakawan sebagai profesi professional dibidang informasi, teknologi dan komunikasi sebagai pengelola sumber informasi yang bisa mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat.

Belum terlambat sebenarnya, karena faktor pendukung sebenarnya sudah ada, yaitu adanya UU No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, adanya PP No.24 Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU No.43 Tahun 2014, adanya Permenpan & RB No.9 Tahun 2014 tetang jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya dan ada Undang-undang dan peraturan lainnya yang mendukungnya. sekarang tinggal komitmen pimpinan/manajerial saja mau melaksanakan peraturan-peraturan itu atau tidak. 

Tupoksi pustakawan, tinggal tupoksi ( artinya bagaimana pustakawan mau melakukan penelitian/pengkajian atau tugas lainnya) karena kesempatan itu tidak ada, kalaupun ada ya pustakawan disuruhnya jadi penonton. Kalau melihat seperti kasus seperti disebutkan diatas, untuk kedepan sebagai upaya perbaikan kondisi bahwa pustakawan perlu wadah, perlu tempat berdiskusi, perlu solusi untuk memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi, tapi lagi-lagi tidak ada yang mengkoordinir, pustakawan perlu ada yang mengkoordinir. Pustakawan perlu meningkatkan kinerjanya dengan melakukan kegiatan sesuai Permenpan No.9 Tahun 2014. Sekian dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun