Untuk itulah para pengambil kebijakan di daerah perlu berfikir ulang untuk mengangkat pegawai perpustakaan dengan sembarang orang.
Karena itu para pengambil kebijakan di daerah perlu sekali memahami ketentuan UU No.43/2007 pasal 30, yang dijelaskan bahwa untuk memimpin (Kepala Perpustakaan) suatu perpustakaan umum daerah, Kepala Perpustakaan PGT, harus dari pustakawan atau ahli di bidang perpustakaan.
Sudah tentu pegawai perpustakaannya harus banyak yang mempunyai keahlian di bidang perpustakaan dan punya keterampilan dalam pengetahuan teknologi informasi.
Untuk membangun bangsa saja harus bersatu dan berjuang semua elemen masyarakat, jadi untuk membangun perpustakaan tidak bisa difikirkan oleh satu atau dua orang saja, tetapi alangkah lebih baiknya bila semua elemen "dalam ruang lingkup pendidikan, perpustakaan dan pustakawan" harus bersatu padu memikirkan/memberikan kontribusi memberikan solusi dengan penuangan ide dan gagasan untuk " memecahkan permasalahan pengembangan perpustakaan, pengembangan pustakawan dan pengembangan minat dan budaya baca" di Indonesia.Â
Kalau melihat sejarah pengembangan perpustakaan dan pustakawan, pengembangan minat baca budaya baca, ide/konsep yang pernah digagas senior kita almarhum Sukarman (mantan Kepala Pusat Pembinaan Perpustakaan, Depdikbud), termasuk para Pejabat Perpustakaan/Pustakawan waktu dulu seperti; Bapak Wirawan, Hernandono, Rompas dan banyak lagi para mantan pustakawan lainnya., cukup membanggakan dan masih terbukti sampai sekarang banyak program/kegiatannya merupakan kelanjutan dari program/kegiatan yang lama terbentuk.
Saya istilahkan saja program pengembangan perpustakaan dan pengembangan minat baca sekarang, seperti hanya "copy paste" dari program/kegiatan yang dulu. Yang arahan dan dasarnya yang sudah ada atau sudah terbentuk sebelumnya.
Sebenarnya jangan sampai pembuatan program jangan sampai "terpleset" atau "diplesetkan". Maksudnya jangan sampai peran dan fungsi perpustakaan sebagai "pusat pembinaan perpustakaan", yang di dalamnya terdapat "pembinaan sistem perpustakaan" tak tentu arah.Â
Saya sedikit masih ingat konsep bapak Sukarman ( Mantan Kepala Pusat Pembinaan Perpustakaan Indonesia) tentang pengembangan perpustakaan di Indonesia, yaitu ditiap provinsi harus ada perpustakaan wilayah/negara, perpustakaan keliling, perpustakaan sekolah.
Pola pembinaannya waktu itu dikenal perpustakaan sekolah printis (perpustakaan sekolah model/contoh), perpustakaan desa perintis/contoh, perpustakaan khusus (perpustakaan khusus contoh), makanya dia menganalisis pengembangan perpustakaan dan pustakawan, dari tahun sekian sampai tahun sekian, jumlah perpustakaan harus berjumlah sekian, jumlah pustakawan/pengelola perpustakaan harus berjumlah sekian, selain itu juga dia menganalisis minat baca/budaya baca harus meningkat dari tahun sekian sampai tahun sekian.
Tapi sekarang apa yang dikonsepkan almarhum Bapak Sukarman, menjadi agak berbeda (ini menurut pengamatan atau pendapat saya ). Nah entah salahnya dimana? atau mungkin karena disebabkan situasi dan kondisi perpolitikan/era otonomi daerah atau entah apa.? Yang sekarang seluruh Perpustakaan daerah merupakan Unit pelaksana daerah (UPD) dibawah Gubernur.
Dulu, seluruh Perpustakaan daerah/wilayah Provinsi masih dibawah naungan Pusat Pembinaan Perpustakaan Depdikbud. Dulu pengembangan perpustakaan umum, sekolah, khusus, PGT, terus meningkat dari tahun ke tahun, begitu juga pengembangan pustakawan, prediksinya sampai tahun sekian pustakawan berjumlah sekian. Juga minat bacanya prediksinya sampai dengan tahun sekian.Â