Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menjelaskan, tuntutan para buruh, sebenarnya menginginkan kembali kepada mekanisme penentuan upah minimum berdasar UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan.
Karena berdasarkan ketentuan UU Ketenagakerjaan tahun 2003 itu, keputusan upah minimum ditentukan berdasarkan survei kebutuhan layak (KHL) di pasar yang kemudian didiskusikan di dewan pengupahan daerah kota/kabupaten yang melibatkan pemerintah, pengusaha, dan buruh dalam perundingannya.
Walau sudah diumumkan ketentuan UMP masing-masing provinsi, para buruh tetap menuntut pada pemerintah agar memperjuangkan kenaikan sampai 15 %.
Seperti yang saya kutip dari detikcom, perwakilan para buruh, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat mengatakan, keputusan itu sangat menyakitkan bagi buruh.Â
Menurutnya, kenaikan yang ditetapkan pemerintah sebesar 8,51% tidak layak. Mirah mengatakan bahwa kenaikan 8,51 % tidak sebanding dengan beberapa kenaikan yang akan terjadi tahun 2020, salah satunya kenaikan BPJS Kesehatan, jelasnya.
Walau banyak yang menolak kenaikan 100% BPJS Kesehatan tersebut tapi karena pemerintah sudah menetapkan, mau tidak mau masyarakat hanya bisa mengelus dada. Demikian juga nampaknya akan terjadi pada kejadian tuntutan para buruh yang menolak kenaikan 8.51 % yang telah ditetapkan Pemerintah/Kementrian Ketanagakerjaan.
Lagi-lagi masyarakat, dalam hal ini para buruh, harus mengelus dada beberapa kali, harus banyak bersabar. Mudah-mudahan ke depan harapan yang diinginkan bisa diraih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H