Mohon tunggu...
Iswanto Junior
Iswanto Junior Mohon Tunggu... profesional -

penikmat kuliner, politik, budaya & misi kemanusiaan @iswanto_1980

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tekan Inflasi, Stabilkan Harga & Ramadhan Tetap Istimewa

7 Juli 2014   21:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:07 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengendalian Inflasi perlu dipantau agar sesuai harapan| leo4kusuma.blogspot.com

Setiap memasuki bulan ramadhan dan Idul Fitri kecendrungan harga bahan pokok selalu mengalami kenaikan. Fenomena tersebut tidak hanya terjadi dikota-kota besar seperti Jakarta, tetapi hampir merata di berbagai daerah. Namun secara umum kenaikan tersebut dinilai masih wajar. Lonjakan harga yang beberapa hari ini drastis ikut memicu terjadinya laju inflasi, hingga menyentuh angka 0,43 % pada bulan Juni. Angka yang tergolong sangat rendah, dibanding fluktuasi inflasi selama empat tahun terakhir di bulan yang sama.

Inflasi dan Peran Bank Indonesia

Sebelumnya, masih banyak masyarakat kita yang tidak memahami apa itu inflasi dan bagaimana lonjakan harga dapat mempengaruhi inflasi. Kecendrungan dari meningkatnya harga-harga bahan pokok secara umum dan terus menerus kita sebut dengan inflasi. Namun kenaikan suatu harga komoditi tertentu tidak bisa disebut inflasi. Dengan kata lain, kenaikan harga suatu komoditi yang memberi implikasi kenaikan harga-harga lain dalam musim tertentu juga tidak bisa disebut inflasi.

Penyebab inflasi dapat kita bagi menjadi dua bagian, (1) Demand full inflation, inflasi ini diakibatkan tingginya permintaan masyarakat akan berbagai jenis barang (aggregat demand) dibandingkan dengan ketersediaan barnag, sehingga secara otomatis ikut memicu kenaikan harga-harga tersebut. (2) Cost push inflation, jenis inflasi ini lebih banyak disebabkan oleh kenaikan beban biaya produksi. Beban biaya produksi yang naik, ikut mempengaruhi naiknya harga. Merosotnya nilai tukar domestik ikut memicu cost push inflation.

14046913981353336396
14046913981353336396
Tiga tugas pokok Bank Indonesia |sumber : www.bi.go.id

Tentu jika berbicara mengenai inflasi, maka tak bisa dipisahkan dengan peran lembaga pemerintah yang bernama Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 adalah salah satu lembaga negara yang bersifat independen. Apa makna independen dari UU tersebut? BI sebagai lembaga negara harus bebas dari intervensi pihak lain termasuk dari pemerintah, dalam Pasal 9 dalam UU yang sama, juga secara tegas menyatakan bahwa BI harus steril dari campur tangan pihak lain yang ingin mempengaruhi dalam pelaksanaan tugas BI.

Secara garis besar, BI mempunyai tiga tugas pokok yang saling terkait yakni : kebijakan moneter, kebijakan sistem pembayaran dan kebijakan sistem keuangan (lebih jelas bisa dibaca disini). Bank Indonesia tentu saja diberi kewenangan penuh dalam mengontrol laju inflasi. Pertanyaannya, bagaimana Bank Indonesia mengontrol laju inflasi?. 'Tangan' Bank Indonesia sangat terbatas dalam mengontrol inflasi, karena penyebab inflasi bisa disebabkan oleh banyak faktor, diatas sudah disebutkan dua jenis penyebab inflasi. Keterbatasan tersebut bukan membuat Bank Indonesia berdiam diri, Bank Indonesia tentu selalu melakukan assessment terhadap perubahan dan perkembangan perekonomian. Dari hasil assessment, kemudian Bank Indonesia menyikapinya dengan mengambil langkah-langkah kebijakan moneter (instrument independence) sesuai target yang ingin dicapai (goal independence). Bank Indonesia tentu memerlukan koordinasi dan kerjasama lintas sektoral dalam menangani masalah inflasi, karena destinasi kebijakan moneter Bank Indonesia di masa yang akan datang adalah bagaimana menjaga inflasi.

TPID, BI dan Gejolak Harga

Meningkatnya harga barang-barang kebutuhan pokok menjelang Ramdhan dan Idul Fitri sebenarnya bukanlah fenomena baru, karena hampir setiap tahun menjadi dilema buat ibu-ibu rumah tangga khususnya kalangan menengah ke bawah. Pengendalian harga oleh pemerintah tentu sangat diharapkan oleh masyarakat agar pasokan barang dan sistem kontrol terhadap harga tidak membuat inflasi semakin tinggi. Pengendalian ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah semata, tetapi peran produsen, pedagang bahkan konsumen harus menjadi satu kesatuan agar harga kebutuhan pokok bisa ditekan pada harga normal.

Sebenarnya, jauh-jauh hari pemerintah sudah menyiapkan instrumen pengendalian inflasi di daerah dengan membentuk TPID (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah) pada tahun 2008. TPID dibentuk atas kesadaran dari setiap daerah akan perlunya suatu lembaga yang dapat menekan laju inflasi dimasing-masing daerah. TPID punya peran strategis dalam memantau perkembangan inflasi di daerah, khususnya sebagai penentu kebijakan publik dalam menjaga kondisi stabilisasi harga bahan pokok bagi masyarakat. Dalam rapat koordinasi nasional (rakornas) ke II TPID disepakati terbentuknya kelompok kerja nasional (Pokjanas) yang terdiri dari perwakilan Bank Indonesia, kementrian koordinator bidang ekonomi dan kementrian dalam negeri.

Tentu saja kita berharap TPID bisa menjadi ujung tombak pengendalian inflasi di daerah, bukan hanya sebagai simbol pelengkap saja. TPID sudah harus melakukan langkah-langkah konkret, karena kenaikan sejumlah harga bahan pokok dipasaran, terutama daging dan telur terus meningkat. Sebagian komoditi bahan pokok ada yang mengalami kenaikan sebesar 5 % dan menyumbang inflasi yang cukup besar, seperti daging ayam ras, bawang merah, bawang putih, telur ayam, dan beras. Penyumbang inflasi terbesar tidak hanya dari bahan makanan tapi juga dari sektor pengeluaran rumah tangga ikut terpengaruh, seperti pengeluaran biaya sekolah, tarik kontrak rumah dan tarif tenaga listrik.

Bank Indonesia sebagai bagian dari Pokjanas TPID, tentu sudah  merumuskan beberapa piranti moneter dalam mengendalikan laju inflasi. Sesuai UU, Bank Indonesia mempunyai kewenangan melakukan kebijakan moneter, tidak lagi sebagai multiple objective tetapi single objective. Tugas Bank Indonesia sebagai single objective adalah menjaga kestabilan nilai rupiah. Stabilnya nilai rupiah tentu akan berdampak positif terhadap perekonomian kita, hal ini dapat diukur dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Secara umum, naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok turut mempengaruhi tingkat inflasi. Salah satu faktor yang memicu tekanan inflasi adalah naiknya sisi penerimaan dan penawaran. Dan Bank Indonesia hanya dapat mempengaruhi tekanan inflasi dari sissi penerimaan saja, sedangkan sisi penawaran diluar kendali dari Bank Indonesia.

Oleh karena itu, komitmen dari seluruh pelaku ekonomi sangat diperlukan, baik pemerintah maupun swasta. Bank Indonesia dan Pemerintah (TPI dan Pokjanas TPID), sepakat melakukan beberapa hal dalam mengelola ekspektasi inflasi menjelang Idul Fitri, yakni dengan melalui 4K (ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi) serta meminimalkan tekanan pangan yang mulai meningkat. (sumber disini).

14047165682001952331
14047165682001952331

Operasi Pasar bisa menekan inflasi | www.pendidikanekonomi.com

Kebijakan Pemerintah

Di atas, sudah saya jelaskan beberapa hal yang memicu lonjakan inflasi. Selain tingginya permintaan meningkatnya inflasi juga didorong oleh penyesuaian harga ditingkat produsen akibat kenaikan TDL. Secara teknis ada beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk meredam gejolak harga akibat lonjakan inflasi, yang pertama, menjaga distribusi barang, ketersediaan barang dan melakukan kontrol harga. Kita akui bahwa akan ada gerakan-gerakan negatif seperti penimbunan barang yang dilakukan oleh oknum-oknum ditingkat agen/distributor, hal-hal rawan seperti ini yang harus diantisipasi dan diminimalisir.

Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 Pasal 93 dan 95 tentang perdagangan, mengamanahkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pengendalian ketersediaan barang, stabilisasi harga serta distribusi barang kebutuhan pokok dengan mengoptimalkan peran Bulog. Kedua, bagaimana pemerintah dapat menjaga efek dari kenaikan tarif dasar listrik. Kenaikan TDL dua kali dalam tahun ini, diawal Mei dan Juli tentu berimplikasi pada sektor industri. Kenaikan biaya produksi tentu membawa efek terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok. Ketiga, kebijakan moneter, kebijakan Bank sentral mempunyai peranan yang sangat penting. Bank Indonesia sudah memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50% agar inflasi dapat diarahkan ke 4,5 ± 1 % pada 2014, namun Bank Indonesia tetap mencermati berbagai resiko inflasi, seperti meningkatnya harga pangan akibat cuaca ekstrem.

Masyarakat sangat berharap kenaikan harga kebutuhan pokok bulan Juli dapat ditekan, karena bersamaan dengan tahun ajaran baru sekolah yang tentunya harus mengeluarkan anggaran extra. Pemerintah harus menyadari bahwa kenaikan harga bahan pokok tentu akan berpengaruh terhadap kesejahteraan konsumen dan produsen. Implikasi kenaikan bukan hanya berpengaruh kepada masyarakat menengah ke bawah tetapi juga menengah ke atas. Pemberiaan subsidi biaya distribusi untuk beberapa komoditi menjadi salah satu langkah positif yang telah dilakukan pemerintah selain operasi pasar. Kita punya harapan besar dalam pemilihan presiden kali ini, agar ketika mereka yang terpilih nanti bisa lebih mementingkan keberpihakan kepada rakyat. Semoga kita bisa memasuki Idul Fitri dengan hati yang bersih kembali ke fitrah manusia, tanpa harus mengeluh dengan kenaikan harga yang ada. Amiin [@iswanto_1980]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun