Pikiranku, aku mohon padamu wahai pencipta pikiran dan diriku, ampunilah aku jika aku memang salah dalam menggunakan fasilitasmu tapi yang aku paham adalah harus kugunakan ia sebagai alat agar dapat kuberanikan diri menjemput sinar cahaya dan mendekati sumbernya, meski terkadang aku sendiri ragu untuk dapat benar-benar bersama dengan sumbernya itu.Â
Jika memang aku salah karena kugunakan untuk menjawab tantangan yang mengganggu ketenangan hidupku, hukumlah aku, jangan pikiranku. Akulah yang memperalatnya untuk mengeluarkanku dari ketidaknyamanan hidupku dalam gelap kelam malam ini.
Demikian lama dan jauh, malam menyimpanku dalam sebuah keterkungkungan yang mebuatku lupa pada kesadaranku akan potensi pikir dalam diriku yang dibantah dan dimanja dengan cara meninabobokanku agar aku tak dapat memikirkan kesadaranku sendiri, tentang apa yang bersentuhan dengan penglihatan dan juga pendengaranku.
Beruntunglah bahwa kesadaranku membawa cinta yang lebih istiqomah menuju kedamaianku daripada sekadar menjadikan fasilitias pikirku sebagai cinta yang tersembunyi karena mencintainya dengan cara yang tidak ia sukai hingga menyadarkanku karena gerakan eksplosi darinya.Â
Diriku telah dimanja oleh kondisi lingkunganku hingga berimbas pada daya pikirku yang kusalahartikan dengan mencintainya tanpa tahu kemanfaatannya, hingga akhirnya bahwa keengganan berpikir itu pula yang membuatku dan nasibku terus terkurung dalam kegelepan tanpa suatu bentuk usaha keluar menuju cahaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H