Mohon tunggu...
Muhammad Iswan
Muhammad Iswan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Indonesia

apa yang kau lakukan sekarang adalah masa depanmu di masa lalu, dan apa yang kau lakukan di masa sekarang adalah pengantar menuju masa yang kelak kau sebut 'hari ini'.

Selanjutnya

Tutup

Love

Selimut Hangat dalam Gelap

30 Oktober 2021   15:36 Diperbarui: 30 Oktober 2021   16:04 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Tapi kenapa mimpi dan hujung dari kepulasanku tidur itu selalu mengganggu. Apakah ada tugasku yang belum lagi selesai? Atau pakah masih ada hal lain yang menantiku di belahan dinding ini? mungkinkah mereka butuh diriku yang berpikir? Atau mungkinkah mereka menghendakiku untuk mencintai daya dan fasilitas pikirku dengan cara yang berbeda? 

Sepertinya aku harus mencaritahunya? Tapi sebenarnya dengan bagini, aku pun sudah sadar bahwa aku telah mengeluarkan cinta itu dari dalam kenikmatan persembunyiannya. Tapi apa benar aku berdosa karena mengotorinya dengan perkara dunia?

Apalah daya guna kesadaran jika tak mampu aku ubah menjadi realita. Malamku telah membenamkanku dalam kenyenyakan beserta dengan kesesatan pikir. 

Kukira aku tidak berpikir, ternyata dalam pilihanku untuk terbaring acuh dengan dunia pun merupakan hasil buah pikir yang tak dapat kutangkap alurnya, apalagi untuk membatasi kinerjanya. 

Aku hendak menguncinya dalam kamar cintaku tapi bukankah itu juga hasil kompromiku dengan si pikiran yang ada dalam bagian diriku. Tapi kenapa Kembali tanya yang muncul. Lalu siapa diriku dan siapa pikiranku. Entitas kami berbeda atau integrasi antara pikir dan diriku yang menjadikanku ada dan bermakna?

Lagi-lagi malam mengunci aku dan pikiranku dengan di dalam kamar cinta yang kuncinya ditarik sendiri oleh organ tubuhku yang lain. Lalu ke mana dan bagaimana aku mampu mengendalikan pikiranku? Haruskah kucari dan kupahami dahulu sosok pikir atau harus kupahami dahulu entitas diriku yang berpikir?

Nampaknya aku sudah terlalu jauh mengotori pikiranku. Lagipula, rasanya dingin sudah merasuk lagi dalam pertahananku. Kenapa ketika angin malam itu tiba, rasanya tulangku melemah, mulutku kaku serta kaki tanganku terasa begitu malas untuk digerakan. 

Posisiku, aku sedang dalam kesadaran bahwa pikiranku masih berpikir, dan harusnya gerak tubuhku adalah hasil diskusi dengan bagianku yang berpikir ini. tapi kenapa aku lalai dalam mengintegrasinya.

Malam-malam yang kulalui juga bergiliran menyantuni dan membersamaiku dalam waktu lama dan suatu waktu hanya terasa beberapa saat saja mampu bertahan denganku. Meski begitu, aku sudah menyinggungnya di atas, cahaya-cahaya yang muncul dari gelapku ini selalu saja memberi ruang bagiku untuk tetap dalam ketenangan pikir meski mulutku bungkam untuk berargumentasi. Aku takut ketika suaraku mengganggu sesiapa yang ada di ruang gelap ini, begitu pun dengan kakiku yang langkahnya enggan menopang tubuhku keluar dari zona ini.

Sampai kapan kemudian aku hanya merasakan dan memandangi cahaya-cahaya yang menerobos menembus dinding ini? haruskah pikir dalam diriku tetap kubiarkan terbelenggu dengan ketakutan seperti ini? zona nyaman kuharap dapat membawa Bahagia ternyata pelan-pelan malah menggerogoti diriku sendiri. 

Aku telah melakukan kesalahan dan tak akan kubiarkan kesadaranku ini berlalu begitu saja. aku tidak ingin mengalami gerusan ini kedua kalinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun