Sagu merupakan salah satu tanaman pangan sumber karbohidrat penting sehingga dapat dijadikan bahan pembuatan etanol untuk substitusi bahan bakar minyak. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman sagu terluas di dunia.
Teknologi pembuatan etanol sagu yang sederhana, efisien, dan ramah lingkungan merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak.Â
Pengolahan etanol sagu dengan menggunakan teknik proses yang sederhana dan efisien sehingga dapat diterapkan pada daerah-daerah penghasil sagu utama di Indonesia seperti Papua, Maluku dan Kalimantan.Â
Apabila pengolahan etanol sagu dilakukan dengan baik, maka beberapa daerah penghasil sagu di Papua, Maluku dan Kalimantan dapat menjadi Desa Mandiri Energi.
Penganekaragaman pemanfaatan pati sagu untuk bahan makanan maupun bioetanol akan mendorong pertumbuhan sektor pertanian secara eksponensial, karena pasti pohon-pohon sagu yang terbiar akan diolah dan nilai jualnya akan meningkat.
 Lahan-lahan sagu yang selama ini terbiar akan digarap dengan menerapkan teknologi budidaya sagu sesuai anjuran sehingga produktivitas meningkat dan akhirnya ketersediaan bahan baku akan terjamin dan berkesinambungan.Â
Apabila pati sagu dimanfaatkan bukan hanya untuk bahan pangan, tetapi juga untuk bahan baku pembuatan etanol, maka ketergantungan pada bahan bakar minyak sampai di pedesaan akan berkurang.Â
Dengan demikian petani akan bergairah mengolah dan membudidayakan tanaman sagu karena harganya akan lebih kompetitif, yang akan berdampak positif bagi kesejahteraan petani.
Teknik produksi etanol dari sagu hampir sama dengan tanaman lain. Pati diubah terlebih dahulu menjadi gula sebelum di fermentasikan agar menghasilkan etanol. Teknik pembuatan bioetanol yang dapat diterapkan di pedesaan adalah sebagai berikut :
1. Penghancuran Empulur Sagu
Sebelum melakukan Penghancuran Empulur Sagu, terlebih dahulu yang dilakukan adalah pemilihan pohon sagu yang layak panen. Selanjutnya empulur sagu dapat dihancurkan dengan menggunakan mesin penghancur empulur dan Serat bahan selulosa dikeluarkan sehingga yang tinggal adalah patinya.
2. Pemanasan
Pati yang sudah tersedia dihancurkan terlebih dahulu dengan cara pemanasan melalui proses yang dinamakan gelatinisasi. Gel yang terbentuk dari hasil pemanasan pati bersifat padat. Kemudian gel ini dihancurkan lebih lanjut dengan menggunakan enzim tahan panas alfa amilase dari Bacillus stearothermophylus.Â
Pati sagu dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 5, kemudian dipanaskan dengan suhu 60-80ºC hingga terjadi gelatinisasi diikuti dengan hidrolisis. Selama pemasakan/liquifikasi, pati akan dikonversi menjadi dekstrin oleh enzim endogenous alfa-amilase.
3. Sakarifikasi
Pada tahap ini, dekstrin hasil pemanasan akan dilanjutkan dengan sakarifikasi, yaitu dirubah menjadi gula sederhana atau glukosa melalui proses hidrolisis oleh eksoenzim glukoamilase. Enzim ini biasanya berasal dari kapang seperti Aspergillus sp. Untuk mengkonversi seluruh dekstrin menjadi glukosa dibutuhkan waktu sekitar tiga hari pada suhu 30–50 o C
4. Fermentasi
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi etanol. Setelah proses sakarifikasi, dilakukan pendinginan sampai suhu 28-30ºC, kemudian dimasukkan ke fermentor. Fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cereviseae. Fermentasi dapat dilakukan bersamaan dengan sakarifikasi yang biasanya berlangsung selama 56 – 72 jam.
5. Destilasi
Etanol yang dihasilkan dari fermentasi masih tercampur dengan berbagai bahan lain dari bahan baku. Selain itu hasil fermentasi tersebut masih mengandung ragi yang masih terus bertambah selama masa awal fermentasi.
Demikian juga dengan berbagai produk sampingan dari ragi seperti gliserol masih turut tercampur. Oleh karena itu, bahan-bahan tersebut perlu dipisahkan. Pemisahan dapat dilakukan secara fisik dengan menguapkan etanol melalui proses pemanasan. Proses ini disebut destilasi. Destilasi bertujuan untuk meningkatkan kadar etanol. Destilasi dilakukan dengan sistem kontinu, pertama akan menghasilkan etanol dengan kadar 50-60%, kedua menghasilkan etanol dengan kadar 90-95% 60 M.
6. Dehidrasi
Dehidrasi dimaksudkan untuk menghilangkan air dari etanol 95% sehingga dapat dihasilkan etanol 99,9% yang dapat langsung ditambahkan pada bahan bakar premium.Â
Untuk mendapatkan etanol absolut dilakukan dengan menggunakan cara kimia dan cara fisik. Cara kimia yaitu dengan menggunakan batu gamping. Cara ini cocok digunakan untuk skala rumah tangga. Batu gamping dihancukan kemudian direndam dengan etanol selama 24 jam dengan sesekali diaduk.
Cara fisik yaitu dengan menggunakan saringan molekul yang dapat menyerap molekul air (2,8 A), tetapi tidak menyerap molekul etanol (4,4 A). Uap etanol 95 % dilewatkan pada tabung yang berisi saringan molekul yang mengikat air. Dengan demikian uap yang keluar adalah etanol 99,9 %. Proses pembuatan bioetanol ini sangat mudah dilaksanakan, murah serta ramah lingkungan, sehingga dapat dilakukan oleh kelompok tani di pedesaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H