Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suara Hati Driver Ojek Online: Kami Bukan Sekedar Nomor Antrian

14 Agustus 2024   20:31 Diperbarui: 14 Agustus 2024   20:32 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengemudi ojek online sedang bekerja/FB Isur Suryati 

Setiap hari, saya mengenakan helm hijau yang sudah pudar warnanya, mengencangkan tali dagu, dan membuka aplikasi di ponsel saya. 

Dengan jari yang sedikit gemetar akibat kelelahan, saya menekan tombol "mulai bekerja". Di saat itulah, saya tahu saya sedang memulai pertarungan baru. 

Bukan hanya dengan kemacetan yang sudah menjadi bagian dari hidup di kota besar ini, bukan hanya dengan cuaca yang tak bisa diprediksi—panas terik di siang hari, hujan deras di sore hari—tetapi juga dengan diri sendiri: keinginan untuk bertahan dan menghidupi keluarga di tengah tekanan ekonomi yang semakin sulit.

Namun, apa yang tidak pernah terpikirkan adalah bahwa salah satu dari kami, seorang rekan, bisa kehilangan nyawa karena sesuatu yang begitu mendasar—kelaparan. Kepergian rekan seprofesi tersebut meninggalkan luka yang dalam.

 Dia bukan sekadar teman seperjuangan, dia adalah peringatan bagi kami semua bahwa di balik helm ini, ada manusia yang sama rapuhnya seperti orang lain. Kami bukan sekadar nomor orderan di aplikasi, dan kehilangan kami adalah lebih dari sekadar statistik.

Sehari-hari Kami

Sebagai driver ojek online (ojol), kami telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan urban. Kami mengantar makanan, barang-barang, dan penumpang ke berbagai tujuan. 

Aplikasi yang terlihat sederhana di ponsel pintar itu sebenarnya adalah jembatan yang menghubungkan kami dengan berbagai sisi kota yang sering kali tidak tersentuh oleh masyarakat umum. Di balik layar aplikasi, kami bukan sekadar robot yang memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi manusia biasa dengan cerita hidup masing-masing.

Setiap kali kami mendapat orderan, itu bukan hanya tentang membawa sesuatu dari titik A ke titik B. Setiap kali kami mengantarkan makanan, kami tahu ada orang yang kelaparan menunggu. Setiap kali kami membawa penumpang, kami mengerti bahwa mungkin mereka terlambat untuk rapat penting atau bertemu orang terkasih. Ada tanggung jawab besar yang terletak di pundak kami, meski sering kali kami tak dihargai lebih dari sekadar angka di aplikasi.

Kehidupan di jalan tidak mudah. Kami menghadapi kemacetan yang seakan tak ada habisnya. Jalan-jalan kota dipenuhi dengan kendaraan yang berlomba melawan waktu, dan di tengah-tengah kekacauan itu, kami, para driver ojol, harus tetap fokus dan waspada. Keselamatan diri menjadi prioritas yang sering kali kami korbankan demi mendapatkan penghasilan lebih. Tak jarang, kami harus bertahan berjam-jam di bawah terik matahari atau hujan deras, berharap ada orderan yang bisa kami ambil.

Beban yang Kami Pikul

Tuntutan untuk memenuhi target penghasilan harian menjadi beban berat yang harus kami tanggung. Dalam sehari, ada kalanya saya harus menerima puluhan orderan hanya untuk bisa membawa pulang sedikit uang bagi keluarga. 

Tarif yang kami terima sering kali tidak sebanding dengan usaha yang kami keluarkan. Bayangkan, untuk satu orderan makanan, kami harus menembus kemacetan selama berjam-jam hanya untuk menerima bayaran yang bahkan tidak cukup untuk mengganti bahan bakar.

Selain itu, biaya operasional kendaraan seperti perawatan, penggantian suku cadang, dan bahan bakar yang terus meningkat semakin menambah tekanan bagi kami. Sering kali, pendapatan yang didapat hanya cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari, dan sisanya harus digunakan untuk menjaga kendaraan tetap berjalan. Ini adalah lingkaran setan yang sulit untuk ditembus.

Kami juga harus mengorbankan kesehatan kami. Banyak dari kami yang mengabaikan rasa lelah dan sakit demi mengejar target pendapatan. Ada hari-hari ketika saya harus bekerja dari pagi hingga larut malam, menunda makan hanya karena takut kehilangan peluang order. Kami tahu ini bukan cara hidup yang sehat, tetapi kebutuhan ekonomi memaksa kami untuk bertahan.

Kepergian rekan seprofesi tersebut, menjadi pengingat tentang betapa rapuhnya pekerjaan yang kami lakukan. Dia adalah salah satu dari kami yang selalu bekerja keras, tak pernah mengeluh, dan selalu ramah terhadap rekan-rekan. Kami sering bertemu di tempat-tempat biasa, warung kopi kecil di pinggir jalan atau di tempat kami menunggu orderan. Di sana, kami berbagi cerita, saling menguatkan, dan mencoba mencari solusi bersama untuk mengatasi kesulitan yang kami hadapi.

Namun, suatu hari, tanpa ada yang menyangka, kami menerima kabar duka. Dia ditemukan tergeletak di pinggir jalan, tanpa tenaga, karena kelelahan dan kelaparan. Kejadian itu adalah tamparan keras bagi kami. Ia adalah seorang pekerja keras yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi kenyataan hidup di jalan yang keras akhirnya merenggut nyawanya.

Peristiwa itu membuka mata kami akan bahaya yang sering kali kami abaikan: kesehatan dan kesejahteraan kami sendiri. Kami yang bekerja tanpa henti, sering kali melupakan kebutuhan dasar seperti makan dengan cukup dan istirahat yang layak. Akhirnya, tubuh kami menyerah pada tekanan yang terlalu besar.

Bukan Sekadar Angka

Dalam sistem yang berbasis teknologi ini, kami sering kali dipandang sebagai angka-angka. Kami adalah nomor orderan yang muncul di layar ponsel pelanggan, angka pendapatan yang tercatat dalam aplikasi, dan statistik yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja. Namun di balik angka-angka itu, ada kehidupan nyata. Ada cerita tentang pengorbanan, perjuangan, dan harapan.

Ketika kami mengambil orderan, itu bukan hanya transaksi antara kami dan pelanggan. Ada banyak hal yang harus kami hadapi. Kami harus mengatasi rintangan di jalan, mengatur waktu dengan baik, dan menjaga keamanan diri sendiri. 

Sayangnya, tidak semua orang melihat sisi manusiawi dari pekerjaan kami. Kami diperlakukan seperti mesin yang tak kenal lelah, dan ketika kami akhirnya jatuh sakit atau terluka, kami sering kali diabaikan oleh sistem.

Apa yang Kami Inginkan?

Kami tidak meminta banyak. Kami hanya ingin hidup yang layak. Kami ingin bisa memberikan yang terbaik bagi keluarga kami, sama seperti orang lain. Kami ingin bekerja tanpa harus mengorbankan kesehatan dan keselamatan kami. 

Kami ingin merasa aman di jalan, tanpa khawatir akan kehilangan nyawa hanya karena bekerja terlalu keras. Kami ingin diakui sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki peran penting dalam roda ekonomi kota ini.

Perlindungan sosial bagi kami masih sangat minim. Asuransi kesehatan yang memadai sering kali menjadi impian bagi banyak dari kami. Dalam pekerjaan ini, risiko kecelakaan sangat tinggi, namun tidak banyak yang bisa kami lakukan untuk melindungi diri sendiri. 

Kami juga berharap ada regulasi yang lebih adil mengenai tarif dan kondisi kerja. Kami tidak bisa terus-menerus bekerja dengan bayaran yang tidak sebanding dengan usaha yang kami keluarkan.

Tragedi yang menimpa rekan seprofesi  itu seharusnya menjadi titik balik bagi semua pihak. Kami berharap pemerintah, perusahaan aplikasi, dan masyarakat bisa lebih peduli terhadap kondisi kami. Kami butuh regulasi yang jelas yang melindungi hak-hak kami sebagai pekerja. Kami juga membutuhkan perlindungan sosial yang memadai agar kami tidak terus-menerus berada dalam ketidakpastian.

Perusahaan platform yang menjadi tempat kami bekerja juga harus lebih bertanggung jawab. Mereka harus memastikan bahwa sistem yang mereka bangun tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan para driver. Kami berharap ada dialog terbuka antara perusahaan dan kami, para driver, untuk mencari solusi bersama.

Kami ingin masyarakat tahu bahwa kami bukanlah mesin yang bisa bekerja tanpa henti. Kami adalah manusia dengan perasaan, kebutuhan, dan harapan. Kami butuh istirahat, kami butuh makan, dan kami butuh dukungan dari semua pihak. Jangan biarkan tragedi seperti ini terulang lagi. Kami berharap kejadian ini membuka mata semua orang bahwa di balik helm dan seragam hijau ini, ada kehidupan yang berharga. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi bagi kami, para driver ojol.

#Meninggal Kelaparan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun