Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suara Hati Driver Ojek Online: Kami Bukan Sekedar Nomor Antrian

14 Agustus 2024   20:31 Diperbarui: 14 Agustus 2024   20:32 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beban yang Kami Pikul

Tuntutan untuk memenuhi target penghasilan harian menjadi beban berat yang harus kami tanggung. Dalam sehari, ada kalanya saya harus menerima puluhan orderan hanya untuk bisa membawa pulang sedikit uang bagi keluarga. 

Tarif yang kami terima sering kali tidak sebanding dengan usaha yang kami keluarkan. Bayangkan, untuk satu orderan makanan, kami harus menembus kemacetan selama berjam-jam hanya untuk menerima bayaran yang bahkan tidak cukup untuk mengganti bahan bakar.

Selain itu, biaya operasional kendaraan seperti perawatan, penggantian suku cadang, dan bahan bakar yang terus meningkat semakin menambah tekanan bagi kami. Sering kali, pendapatan yang didapat hanya cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari, dan sisanya harus digunakan untuk menjaga kendaraan tetap berjalan. Ini adalah lingkaran setan yang sulit untuk ditembus.

Kami juga harus mengorbankan kesehatan kami. Banyak dari kami yang mengabaikan rasa lelah dan sakit demi mengejar target pendapatan. Ada hari-hari ketika saya harus bekerja dari pagi hingga larut malam, menunda makan hanya karena takut kehilangan peluang order. Kami tahu ini bukan cara hidup yang sehat, tetapi kebutuhan ekonomi memaksa kami untuk bertahan.

Kepergian rekan seprofesi tersebut, menjadi pengingat tentang betapa rapuhnya pekerjaan yang kami lakukan. Dia adalah salah satu dari kami yang selalu bekerja keras, tak pernah mengeluh, dan selalu ramah terhadap rekan-rekan. Kami sering bertemu di tempat-tempat biasa, warung kopi kecil di pinggir jalan atau di tempat kami menunggu orderan. Di sana, kami berbagi cerita, saling menguatkan, dan mencoba mencari solusi bersama untuk mengatasi kesulitan yang kami hadapi.

Namun, suatu hari, tanpa ada yang menyangka, kami menerima kabar duka. Dia ditemukan tergeletak di pinggir jalan, tanpa tenaga, karena kelelahan dan kelaparan. Kejadian itu adalah tamparan keras bagi kami. Ia adalah seorang pekerja keras yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi kenyataan hidup di jalan yang keras akhirnya merenggut nyawanya.

Peristiwa itu membuka mata kami akan bahaya yang sering kali kami abaikan: kesehatan dan kesejahteraan kami sendiri. Kami yang bekerja tanpa henti, sering kali melupakan kebutuhan dasar seperti makan dengan cukup dan istirahat yang layak. Akhirnya, tubuh kami menyerah pada tekanan yang terlalu besar.

Bukan Sekadar Angka

Dalam sistem yang berbasis teknologi ini, kami sering kali dipandang sebagai angka-angka. Kami adalah nomor orderan yang muncul di layar ponsel pelanggan, angka pendapatan yang tercatat dalam aplikasi, dan statistik yang digunakan perusahaan untuk mengukur kinerja. Namun di balik angka-angka itu, ada kehidupan nyata. Ada cerita tentang pengorbanan, perjuangan, dan harapan.

Ketika kami mengambil orderan, itu bukan hanya transaksi antara kami dan pelanggan. Ada banyak hal yang harus kami hadapi. Kami harus mengatasi rintangan di jalan, mengatur waktu dengan baik, dan menjaga keamanan diri sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun