Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh Journal of Behavioral Addictions, para peneliti menemukan bahwa individu yang menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar cenderung memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang lebih jarang menggunakan smartphone.
Selain itu, paparan cahaya biru dari layar smartphone diketahui dapat mengganggu produksi hormon melatonin yang berfungsi mengatur siklus tidur.
Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Medical School menunjukkan bahwa paparan cahaya biru sebelum tidur dapat menunda produksi melatonin dan memperburuk kualitas tidur seseorang.
Hal ini sangat relevan dengan pengalaman saya, di mana gangguan tidur menjadi salah satu masalah utama yang saya hadapi sebelum melakukan eksperimen digital detox.
Dr. Adi Wirawan, seorang psikolog klinis, beliau menjelaskan bahwa ketergantungan pada smartphone dapat memicu perasaan kesepian dan isolasi sosial.
“Ketika kita terus-menerus terhubung dengan dunia maya, kita cenderung mengabaikan hubungan sosial di dunia nyata. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental kita, terutama dalam hal bagaimana kita merespons dan mengelola stres,” ujar Dr. Adi.
Pendapat beliau selaras dengan temuan yang saya alami, di mana ketergantungan pada smartphone ternyata menurunkan kualitas interaksi sosial saya di dunia nyata.
Dampak Ketergantungan Smartphone pada Generasi Muda
Kekhawatiran tentang dampak negatif smartphone semakin relevan ketika saya mulai memikirkan dampaknya pada generasi muda.
Anak-anak dan remaja saat ini tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan teknologi, dan bagi mereka, smartphone bukan lagi sekadar alat, tetapi sudah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Namun, ketergantungan pada teknologi ini membawa konsekuensi yang tidak bisa diabaikan.