Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Terjebak Angka: Kisah Pilu Pencari Kerja Usia Senja

3 Agustus 2024   08:35 Diperbarui: 3 Agustus 2024   08:38 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pencari kerja di usia senja/FB Isur Suryati 

Setiap kali membuka laman lowongan pekerjaan, jantung Pa Herdi berdebar kencang. Harapan untuk kembali berkarya seakan menjadi satu-satunya hal yang membuatnya bertahan. 

Namun, harapan itu seringkali pupus begitu saja ketika membaca persyaratan usia yang tertera. "Usia maksimal 30 tahun," kalimat sederhana itu bagaikan tamparan keras yang membuatnya merasa tak berdaya.

Pa Herdi hanyalah satu dari sekian banyak pekerja berpengalaman yang harus berjuang keras hanya untuk mendapatkan kesempatan membuktikan diri. Pengalaman bertahun-tahun, relasi yang luas, dan dedikasi yang tinggi seolah tidak berarti apa-apa di hadapan angka-angka yang tertera di KTP.

Di Balik Angka: Lebih dari Sekadar Angka

Di balik setiap angka usia, tersimpan kisah hidup yang panjang dan penuh perjuangan. Ada Pak Budi, seorang akuntan berpengalaman yang harus memulai lagi dari bawah setelah perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar. Ada Ibu Rini, seorang mantan guru yang terpaksa pensiun dini karena kebijakan sekolah. Mereka adalah sebagian kecil dari jutaan orang yang menjadi korban diskriminasi usia dalam dunia kerja.

Pak Budi, misalnya, tidak hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan identitasnya sebagai seorang profesional. "Saya sudah bekerja selama lebih dari 25 tahun sebagai akuntan. Ketika perusahaan tempat saya bekerja bangkrut, saya tidak pernah membayangkan akan sulit mendapatkan pekerjaan lagi. Namun, kenyataannya sangat berbeda," kata Pak Budi. "Setiap kali melamar pekerjaan, saya selalu ditolak karena usia saya yang sudah di atas 50 tahun. Mereka tidak melihat pengalaman dan keahlian saya, hanya angka di KTP."

Dampak Psikologis yang Mendalam

Diskriminasi usia tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga menimbulkan luka mendalam pada psikologis individu. Untuk memahami lebih dalam mengenai dampak psikologis ini, saya mewawancarai Pak Adi, seorang psikolog industri.

"Diskriminasi usia dapat memicu berbagai masalah psikologis seperti stres, depresi, dan penurunan harga diri," ujar Pak Adi. "Pekerjaan bagi banyak orang bukan hanya sekadar sumber penghasilan, tetapi juga sarana untuk merasa berharga dan bermanfaat bagi masyarakat. Ketika seseorang ditolak pekerjaan karena usianya, mereka akan merasa tidak berguna dan kehilangan tujuan hidup."

Pak Adi juga menjelaskan bahwa diskriminasi usia dapat menyebabkan isolasi sosial. "Banyak orang yang merasa malu untuk berbicara tentang penolakan pekerjaan mereka karena usia. Ini membuat mereka menarik diri dari lingkungan sosial dan akhirnya merasa kesepian," tambahnya. "Isolasi sosial ini bisa berdampak lebih jauh, memicu masalah kesehatan mental lainnya seperti kecemasan dan gangguan tidur."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun