Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Stress Menunggu Lahiran, Beli Sahur hanya Nasi dengan Kuah Opor

12 April 2023   06:47 Diperbarui: 12 April 2023   07:00 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Minggu, setelah berbuka, saya merasakan mulas yang lebih intens. Saya merasa khawatir dan panik ketika melihat keluar cairan berwarna putih. Saya segera meminta suami untuk membawa saya ke bidan dengan segera. 

Suami saya langsung membawa saya ke bidan yang tidak jauh dari rumah kami. Saat itu bidan yang bertugas adalah Bidan Nur, seorang wanita yang ramah dan berpengalaman dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Setelah diperiksa, Bidan Nur mengatakan bahwa saya sudah mulai membuka dan menganjurkan agar segera dibawa ke rumah sakit untuk persalinan.

Kami segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Saya dan suami menaiki sepeda motor dan membawa tas beserta perlengkapan yang sudah disiapkan sebelumnya. Saat itu malam sudah cukup gelap dan di jalan cukup sepi. Hanya ada beberapa motor dan mobil yang melintas di jalan.

Perjalanan ke rumah sakit cukup berliku dan berbatu, namun kami berusaha untuk tetap tenang dan berdoa agar segala sesuatunya berjalan lancar. Setelah tiba di rumah sakit, saya segera dibawa ke ruang bersalin dan mendapat perawatan dari tim medis yang sudah standby di sana.

Meskipun ada sedikit rasa cemas dan takut, namun saya merasa lega karena akhirnya saya akan segera melahirkan bayi saya. Saya berusaha untuk tetap tenang dan mengikuti instruksi dari tim medis dengan baik. 

Setelah beberapa saat, saya dan suami dipindahkan ke kamar bersalin yang kami pesan sebelumnya. Meskipun rasa mulas sudah hilang, saya masih merasa cemas dan tak sabar menunggu kelahiran si sulung. Di ruang bersalin, kami bisa mendengar suara ibu-ibu yang sedang melahirkan di ruangan sebelah yang berteriak dengan keras dan menggunakan bahasa yang kasar. Meskipun suasananya sedikit menggelitik dan mengundang tawa, suami tetap mengingatkan saya untuk tidak terlalu berisik nanti saat saya melahirkan.

Kami pun berbicara dan saling memberi semangat satu sama lain. Suami menanyakan apakah saya membutuhkan sesuatu atau ingin minum, dan memastikan bahwa saya merasa nyaman. Walaupun si sulung belum juga lahir, kami berdua tetap berusaha untuk bersabar dan menjalani proses persalinan dengan tenang.

Keluarga datang

Pukul 23.00 malam, keluarga dari kampung yaitu kakak saya beserta istri, bibi, uak, dan paman datang menjenguk. Namun, ibu saya tidak ikut karena saya melarangnya. Saya khawatir ibu tidak akan kuat dan kemudian pingsan di sana. Oleh karena itu, saya meminta ibu untuk tidak ikut menjenguk saya di rumah sakit. Meski begitu, saya sangat senang mendapat kunjungan dari keluarga, karena dapat memberikan semangat dan dukungan bagi saya. 

Ketika keluarga dari kampung datang, suasana di kamar bersalin menjadi semakin ramai. Mereka memberikan semangat dan dukungan bagi saya dan suami. Namun, saya yang introvert tiba-tiba saja merasa tidak nyaman dan sedikit terganggu dengan kehadiran mereka di kamar bersalin yang seharusnya steril dan tenang.

Ketika mereka bertanya tentang kondisi saya, saya menjawab dengan sabar meskipun dalam hati saya ingin segera fokus pada proses persalinan. Namun, saya tetap menghargai kedatangan mereka dan berterima kasih atas dukungan yang diberikan.

Bidan yang datang kemudian menyarankan agar keluarga menunggu di luar agar saya bisa lebih fokus pada proses persalinan. Sebab pada pukul 24.00, rasa mulas yang semakin intens mulai saya rasakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun