Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Stress Menunggu Lahiran, Beli Sahur hanya Nasi dengan Kuah Opor

12 April 2023   06:47 Diperbarui: 12 April 2023   07:00 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi saya dan si sulung (Dok.Pribadi)

Menjelang akhir bulan puasa tahun 2007 yang lalu, saya merasa sedikit khawatir karena saya akan segera melahirkan anak pertama. Meskipun saya sudah mempersiapkan diri dengan membaca banyak buku dan melakukan senam hamil, tetap saja ketika hari H tiba, perasaan campur aduk dan gugup selalu menghantui saya. 

Apalagi dokter mengatakan bahwa kehamilan saya sudah melewati batas waktu yang ditentukan dan pembukaan masih belum mencapai angka ideal yaitu 2.

Sebenarnya, saya berharap dapat melahirkan sebelum akhir bulan puasa sehingga bisa menjalankan ibadah puasa dengan nyaman. Namun, di saat yang sama, saya juga cemas jika persalinan terjadi di siang hari saat saya sedang berpuasa.

Setiap hari, saya berdoa dan berharap agar proses persalinan berjalan lancar dan anak saya lahir dengan sehat. Meski ada sedikit kekhawatiran, saya percaya bahwa segala sesuatunya akan berjalan dengan baik dan saya akan memiliki momen yang indah saat melahirkan anak pertama saya di bulan puasa.

Mulas setelah berbuka puasa

Pada hari Sabtu, setelah berbuka puasa, saya mulai merasakan perut mulas. Saya langsung berkata pada suami, "Pak, sepertinya kita harus ke dokter, perut saya sakit. Mungkin akan segera melahirkan." Sebagai calon ibu baru yang masih belum berpengalaman, setiap gejala yang dirasakan membuat saya cemas dan ingin segera mendapat pertolongan medis.

Kami segera bersiap dan membawa tas yang sudah saya siapkan jauh-jauh hari. Kami naik motor mio berwarna biru dan hanya berdua saja. Kami melewati jalanan yang diguyur hujan deras di kota Sumedang.

Meskipun hujan deras, kami terus berjuang menuju rumah sakit terdekat. Saya berusaha tenang dan mengontrol pernapasan, sambil berdoa agar semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Setelah beberapa saat, kami akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung mendapat perawatan dari dokter dan tenaga medis yang siap membantu kelahiran bayi kami.

Saya menunggu hampir 9 jam untuk merasakan mulas lagi, tetapi sayangnya tidak ada tanda-tanda persalinan. Bahkan dokter menyarankan agar saya dan suami pulang dulu karena pembukaan masih dua. Kami akhirnya pulang ke rumah dan memutuskan untuk menunggu di sana sampai tanda-tanda persalinan muncul lagi.

Meskipun merasa sedikit kecewa karena tidak bisa melahirkan di hari itu, namun saya juga merasa lega karena proses persalinan saya masih bisa dilakukan dengan tenang dan terkontrol. Saya pun bersyukur atas kondisi kesehatan saya dan janin yang masih dalam kondisi baik.

Kami kembali ke rumah dengan motor mio biru dan berharap gelombang cinta itu akan datang lagi dengan sempurna di waktu yang tepat.

Mulas lagi setelah berbuka 

Pada hari Minggu, setelah berbuka, saya merasakan mulas yang lebih intens. Saya merasa khawatir dan panik ketika melihat keluar cairan berwarna putih. Saya segera meminta suami untuk membawa saya ke bidan dengan segera. 

Suami saya langsung membawa saya ke bidan yang tidak jauh dari rumah kami. Saat itu bidan yang bertugas adalah Bidan Nur, seorang wanita yang ramah dan berpengalaman dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Setelah diperiksa, Bidan Nur mengatakan bahwa saya sudah mulai membuka dan menganjurkan agar segera dibawa ke rumah sakit untuk persalinan.

Kami segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Saya dan suami menaiki sepeda motor dan membawa tas beserta perlengkapan yang sudah disiapkan sebelumnya. Saat itu malam sudah cukup gelap dan di jalan cukup sepi. Hanya ada beberapa motor dan mobil yang melintas di jalan.

Perjalanan ke rumah sakit cukup berliku dan berbatu, namun kami berusaha untuk tetap tenang dan berdoa agar segala sesuatunya berjalan lancar. Setelah tiba di rumah sakit, saya segera dibawa ke ruang bersalin dan mendapat perawatan dari tim medis yang sudah standby di sana.

Meskipun ada sedikit rasa cemas dan takut, namun saya merasa lega karena akhirnya saya akan segera melahirkan bayi saya. Saya berusaha untuk tetap tenang dan mengikuti instruksi dari tim medis dengan baik. 

Setelah beberapa saat, saya dan suami dipindahkan ke kamar bersalin yang kami pesan sebelumnya. Meskipun rasa mulas sudah hilang, saya masih merasa cemas dan tak sabar menunggu kelahiran si sulung. Di ruang bersalin, kami bisa mendengar suara ibu-ibu yang sedang melahirkan di ruangan sebelah yang berteriak dengan keras dan menggunakan bahasa yang kasar. Meskipun suasananya sedikit menggelitik dan mengundang tawa, suami tetap mengingatkan saya untuk tidak terlalu berisik nanti saat saya melahirkan.

Kami pun berbicara dan saling memberi semangat satu sama lain. Suami menanyakan apakah saya membutuhkan sesuatu atau ingin minum, dan memastikan bahwa saya merasa nyaman. Walaupun si sulung belum juga lahir, kami berdua tetap berusaha untuk bersabar dan menjalani proses persalinan dengan tenang.

Keluarga datang

Pukul 23.00 malam, keluarga dari kampung yaitu kakak saya beserta istri, bibi, uak, dan paman datang menjenguk. Namun, ibu saya tidak ikut karena saya melarangnya. Saya khawatir ibu tidak akan kuat dan kemudian pingsan di sana. Oleh karena itu, saya meminta ibu untuk tidak ikut menjenguk saya di rumah sakit. Meski begitu, saya sangat senang mendapat kunjungan dari keluarga, karena dapat memberikan semangat dan dukungan bagi saya. 

Ketika keluarga dari kampung datang, suasana di kamar bersalin menjadi semakin ramai. Mereka memberikan semangat dan dukungan bagi saya dan suami. Namun, saya yang introvert tiba-tiba saja merasa tidak nyaman dan sedikit terganggu dengan kehadiran mereka di kamar bersalin yang seharusnya steril dan tenang.

Ketika mereka bertanya tentang kondisi saya, saya menjawab dengan sabar meskipun dalam hati saya ingin segera fokus pada proses persalinan. Namun, saya tetap menghargai kedatangan mereka dan berterima kasih atas dukungan yang diberikan.

Bidan yang datang kemudian menyarankan agar keluarga menunggu di luar agar saya bisa lebih fokus pada proses persalinan. Sebab pada pukul 24.00, rasa mulas yang semakin intens mulai saya rasakan. 

Saya pun mulai mempersiapkan diri dan mengambil posisi yang nyaman di ranjang bersalin. Suami saya berada di samping saya dan memberikan dukungan serta semangat agar saya tetap kuat dan fokus. Selama proses persalinan berlangsung, saya merasa sangat lelah dan tidak sabar ingin bertemu dengan si kecil yang sudah lama dinanti. 

Proses persalinan yang panjang

Mungkin karena saya baru pertama kali, dan ada perlekatan pada dinding rahim. persalinan pun memerlukan waktu yang lama. padahal, si kecil sudah mulai kelelahan dan saya pun begitu. saya mulai tidak sadarkan diri. yang saya ingat waktu itu, di ruang bersalin begitu banyak orang. saya lihat ada tiga orang bidan, suami saya, uak dan tiga orang lagi saya tidak ingat siapa.

Terlepas dari kesulitan yang saya alami, bidan dan tim medis terus membantu saya dengan profesional. Mereka memberikan semangat dan meminta saya untuk terus menghembuskan nafas dan mengejan. Saya mendengar suara tangisan bayi ketika akhirnya dia lahir dengan selamat.

Semua orang di ruangan itu bersorak dan saya merasa sangat lega dan bersyukur. Saya menangis bahagia dan merasa begitu berterima kasih kepada semua orang yang membantu proses persalinan saya. Saat saya memeluk bayi saya untuk pertama kali, rasanya begitu indah dan membahagiakan. Saya merasa terima kasih kepada Tuhan karena memberikan saya momen indah ini dalam hidup saya.

Keluarga sahur dengan nasi dan kuah opor

Ketika saya sudah sehat dan bisa pulang ke rumah, suami bercerita tentang sebuah kisah lucu yang terjadi saat persalinan di bulan Ramadan itu. Suami bilang bahwa dia sangat stres saat menunggu kelahiran saya. Hingga, saat membeli makan untuk sahur, suami hanya membeli nasi dan kuah opor saja. 

Tapi entah kenapa, saat suami memberikan makanan sahur itu kepada keluarga saya, mereka hanya mendapatkan kuah opor tanpa nasi. Entah siapa yang salah dalam hal ini, mungkin saja pedagangnya yang salah memberikan atau mungkin juga suami saya yang pesan hanya kuahnya saja. 

Keluarga saya hanya bisa saling pandang saat itu kemudian tertawa terbahak-bahak sambil melanjutkan makan sahur hanya dengan kuah opor tersebut. *

#Samber thr

#Samber 2023 hari 12

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun