Saat mereka sedang asyik berbicara, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Mereka terpaksa mencari tempat berteduh dan memilih untuk masuk ke sebuah kafe yang berada di dekatnya.
Di dalam kafe, Rindang dan Ario terus berbincang-bincang. Semakin lama, semakin terbuka rasa kangen dan rindu di antara mereka. Namun, di balik itu semua, Rindang merasa ragu dan takut pada perasaannya sendiri. Ia tahu bahwa hal ini bukanlah yang seharusnya ia lakukan, apalagi ia adalah seorang istri yang harus setia pada suaminya.
Namun, bagaimana Rindang dapat menahan perasaannya ketika hatinya merindukan Ario begitu sangat? Dan apakah Ario juga masih merasakan hal yang sama? Semua pertanyaan ini menghantuinya sepanjang malam.
Rindang merasa canggung di awal pertemuan dengan Ario. Namun, seiring berjalannya acara, keduanya semakin terbuka satu sama lain dan saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Rindang merasa ada magnet yang kuat antara dirinya dan Ario, seperti kembali ke masa lalu saat mereka masih muda dan saling mencintai.
Mereka terus berbicara dan tertawa bersama hingga larut malam. Saat acara usai dan tamu-tamu mulai beranjak pulang, Rindang merasa sedih harus berpisah dengan Ario lagi. Dia merasa kembali ke dunianya yang membosankan, di mana dia hanya merasa terikat dengan pernikahan yang diatur oleh orang tuanya.
Saat Ario hendak pergi, Rindang memberikan nomor teleponnya dan berjanji akan tetap menjalin kontak dengan Ario. Setelah itu, keduanya berpisah dengan harapan bertemu lagi di masa depan. Setelah pertemuan itu, Rindang merasa sulit untuk menghilangkan bayangan Ario dari pikirannya. Dia merasa terusik dan tersiksa oleh kehadirannya, meskipun dia tahu bahwa bertemu Ario kembali bisa berbahaya bagi kehidupannya.**
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI