Siang Itu Surya Membelai Bumi
Kuterima Sebuah Undangan
Kubuka Dan Kubaca
Sampul Berwarna Merah
Ada Namamu
Berlinang Air Mata....
Kurelakan Melepas Dirimu
Walau Sakit Aku Harus Terima
Mungkin Sudah Nasib
Aku Gadis Yang Malang
Ditinggal Kekasih
Kini Sendiri Lagi...
Hal lain yang melekat dalam ingatan adalah saat mendengar kisah horor nightmare pada malam Jum'at. Ini adalah momen berkumpul saya dengan teman-teman. Biasanya, kami berlima sahabatan sebagai teman satu kampung dan satu almamater SD dan SMP. Selepas pulang mengaji dari surau, kami berkumpul di rumah salahseorang. Setiap minggu, rumah tempat berkumpul itu gantian. Dengan begitu, hubungan kami terasa dekat bagai saudara.Â
Pada pukul 12.00, tepat tengah malam, saat semua anggota rumah sudah tertidur. Kami berlima mulai on di depan radio, berselimut tebal dan berkemul dalam sarung, memakai baju hangat, dan duduk berdempetan. Agar ketika cerita mulai beranjak klimaks dan menyeramkan. Kami tidak terlalu ketakutan.Â
Setelah mendengar kisah nightmare tersebut, biasanya rasa takut itu akan bertahan hingga tiga bulan lamanya. Tapi, entah mengapa kami selalu merasa ketagihan untuk mendengarkan kisah horor tersebut.
Radio hanya didengar oleh 13 persen masyarakat
Ada perasaan sedih yang menghujam ke ulu hati, saat melihat data di atas. Namun, begitulah kenyataannya sebagai mantan pendengar radio. Karena, jujur saja meskipun di rumah ada radio. Saya mulai jarang mendengarkan siaran radio. Paling ketika sedang ngadem di kolam, pada saat weekend. Barulah ada kesempatan mendengarkan radio. Jika di rumah, ya lebih fokus ke laptop dan hand phone.Â
Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Semua hal, tidak saja radio yang bersifat benda mati. Bahkan, kita pun sebagai manusia yang hidup pasti akan berubah, dan meninggal. Eksistensi sesuatu akan hilang dan digantikan oleh suatu hal yang baru dan lebih baik, lebih maju, lebih memudahkan. Itu merupakan hukum alam yang patut kita sadari.
Data pusat statistik di atas bahkan memberikan saya sebuah angin segar. Bahwa ternyata, di jaman teknologi yang massif menggempur kita dari segala lini. Masih ada masyarakat dengan rentang usia 10 tahun ke atas yang mau mendengarkan radio. Walaupun persentasenya sangat kecil, hanya 13, 31 persen. Itu juga di tahun 2018, entah bagaimana dengan data yang tampil pada tahun 2022.Â
Hal tidak kalah menyedihkan juga terjadi pada nasib pembaca surat kabar dan majalah, sekitar 14,98 persen agak lebih banyak sedikit dibandingkan pendengar radio.Â
Kenyataan ini memukul kesadaran saya, bahwa saat ini di tempat tinggal saya agak kesulitan saat mau mencari penjual koran dan majalah. Beberapa penjual yang biasa mangkal, kini ketika saya ke sana, karena anak ada tugas dari gurunya harus membawa surat kabar. Sudah tidak saya temukan lagi, entah apakah mereka pindah. Tapi, yang membuat hati saya sedih adalah sebuah kenyataan. "Bangkrut neng, jarang ada yang beli, jadi tidak jualan lagi."