Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gempa Cianjur (Seharusnya) dapat Melatih Empati Kita

27 November 2022   08:43 Diperbarui: 1 Desember 2022   15:19 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi warga korban gempa Cianjur, Jawa Barat, yang mengungsi di lahan pekuburan. (Foto: KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN)

Mumpung hari Minggu, saya sempatkan menonton berita di televisi. Padahal, sebenarnya sudah lama sekali TV di rumah tidak dinyalakan. Paling sesekali kalau si kecil mau nonton film kartun. 

Namun, pagi ini entah mengapa ada perasaan rindu mengisi weekend dengan nangkring di depan televisi.

Bukan tanpa alasan, saya merasa enggan menonton televisi. Karena, paparan berita-berita yang bermuatan musibah, persengketaan, pembunuhan, dan hal-hal yang menyedihkan lainnya sungguh membuat asam lambung saya sering naik tiba-tiba. 

Paparan berita-berita negatif membuat saya sering merasa sedih tanpa sebab, dan rentan terkena stress. Akhirnya, ya itu tadi demi menjaga kewarasan mental. Saya putuskan stop melihat berita, dalam bentuk apapun.

Gempa Cianjur bukan wisata bencana

Ramai-ramai warga dari daerah lain mendatangi lokasi gempa Cianjur untuk foto-foto, lalu mengunggah foto tersebut ke media sosial. 

Datang hanya sekedar untuk berfoto selfie dengan latar belakang reruntuhan, tanpa sedikit pun memberikan bantuan. Karena geram akhirnya korban Gempa Cianjur memasang tulisan 'Ini bukan wisata bencana'.

Isi berita tersebut membuat hati saya tersentak kaget. Bagaimana bisa ada orang yang tega berbuat seperti itu. Di saat saudaranya menangis penuh kepedihan. 

Karena, kehilangan semua hal berharga dalam hidup mereka. Dari mulai kehilangan harta benda yang dengan susah payah mereka cari dan kumpulkan. Hingga kehilangan sanak saudara serta keluarga tercinta. Dimanakah rasa empati kalian?

Memang, dunia saat ini sedang hangat-hangatnya bahkan memanas dengan aktivitas membuat konten. 

Banyak platform yang menawarkan cuan yang besar bagi content creator -orang yang membuat konten edukatif atau menghibur sesuai keinginan audiens. Dihimpun dari berbagai sumber, gaji untuk orang yang berprofesi sebagai konten kreator ini lumayan besar, berkisar antara 4-10 juta. 

Oleh karena itu, masyarakat seperti 'keranjingan' alih-alih 'kecanduan' untuk menjadikan segala sesuatu yang ada di hadapannya dibuat menjadi sebuah konten, dan diunggah ke media sosial. 

Mirisnya, euforia tersebut sanggup mengikis sedikit demi sedikit rasa empati yang ada di hati. Entah, karena pertimbangan ingin menghasilkan uang yang banyak, mengejar target konten viral, atau menjadi pesohor lantaran mampu menghasilkan konten yang trending.

Tapi, menurut saya tidak sampai segitunya juga. Ngonten ya ngonten saja, cari topik yang mendidik dan memberikan manfaat bagi khalayak. 

Jangan hanya karena mengejar trending, kepedulian dan rasa empati ditanggalkan begitu saja. Apakah tidak ada rasa tepo saliro dalam diri kita. 

Mungkin terbetik rasa di hati, 'andai bencana ini menimpa saya, bagaimana perasaan saya jika orang yang datang hanya sibuk ngonten, tanpa memberikan rasa welas asih apalagi bantuan.'

Wisata bencana, jika kita cari di mesin pencarian google dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan berkunjung ke tempat-tempat yang pernah mengalami musibah atau bencana yang disebabkan oleh lingkungan secara alami atau bencana buatan manusia. 

Kita mungkin bisa berkunjung ke lokasi bencana sebagai kegiatan wisata. Kita bisa mengambil foto-foto, selfie dan sebagainya. 

Namun, perlu dicatat mungkin waktunya bukan saat bencana itu baru saja terjadi, ya. Nanti, setelah dua atau tiga tahun bencana tersebut berlalu. 

Kamu bisa datang ke tempat bencana, saat peristiwa itu sedang dan masih berlangsung. Bila memang kamu terdaftar sebagai relawan bencana atau datang ke sana untuk memberikan bantuan berupa tenaga, materi, dan pengobatan. 

Namun, jika niat kamu hanya ingin mengabadikan momen. Mending ditunda saja dulu rencana dan keinginan tersebut. 

Pertama, hal tersebut sebenarnya mengundang bahaya juga buat diri kamu. Bagaimana jika saat kamu sedang berada di tempat yang sedang bencana tersebut, bencana susulan kembali terjadi. Bukan saja diri kamu yang bisa terkena imbasnya. 

Jika keluarga kamu juga akan merasakan sedih dan khawatir. Kedua, mengunjungi sebuah daerah bencana itu memerlukan waktu, tenaga, dan materil dengan jumlah yang tidak sedikit. 

Kita juga harus prepare bagaimana kalau di perjalanan ada trouble, bensin habis, kendaraan mogok tiba-tiba, dan tersesat.

Daerah rawan gempa di wilayah Indonesia

Gempa berpotensi terjadi di mana saja. Bukan tidak mungkin bencana tersebut terjadi dan menimpa daerah tempat tinggal kita. Mengingat beberapa daerah di Indonesia memang berada pada titik-titik rawan bencana. 

Seperti dinyatakan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahwa beberapa wilayah Indonesia yang rawan terkena gempa dan tsunami di antaranya : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Nusatenggara Barat, Nusatenggara Timur, dan Jawa Barat. 

Ada beberapa penyebab mengapa wilayah di Indonesia rawan terjadi gempa. Itu karena wilayah Indonesia berada pada sabuk alpide, yakni sabuk seismik yang dihasilkan dari pertemuan lempeng-lempeng Eurasia, Lempeng India, dan Lempeng Australia. 

Dengan demikian, masuk akal jika sabuk alpide menjadi wilayah paling rawan gempa di muka bumi. Konon katanya, menduduki peringkat kedua terawan gempa.

Berdasarkan hal tersebut, sejatinya dan sudah seharusnya apabila kita selalu bertindak waspada dan siaga. Jangan merasa tenang-tenang saja. "Ah, bukan tempat tinggal kita kok." 

Bencana dan musibah selalu datang tanpa diduga. Bahkan, saat gempa di bulan November kemarin terjadi menimpa saudara kita yang tinggal di Cianjur. Tidak ada satu pun orang yang mengira bahwa pada pukul 14.00 tersebut akan terjadi gempa.

Gempa Cianjur Sarana Melatih Empati dan Kepedulian Kita

Sebagai sesama bangsa Indonesia, sudah seharusnya kita merasa saling satu jiwa. Bila suatu masyarakat di suatu daerah mengalami bencana. 

Maka, masyarakat di daerah lain harus ikut empati dan meringankan beban saudaranya dengan beragam cara, seperti: menggalang donasi, menawarkan diri menjadi sukarelawan bencana, dan yang paling sederhana adalah dengan cara mendoakan agar saudara kita yang sedang mendapat musibah diberikan kesabaran. 

Selain itu yang paling utama yakni tidak menjadikan tempat terjadinya bencana sebagai sarana untuk membuat konten. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun