Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Apa yang Terjadi pada Tubuh Kita saat Mengurangi Asupan Makan-Minum yang Manis?

27 September 2022   12:49 Diperbarui: 27 September 2022   15:57 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi minum makan manis |Pexels.com/Chantal Lenting

Sepulang sekolah, dalam perjalanan rekan kerja bercerita :

Tetangga aku, anak kecil berusia lima tahun, semalam dibawa ke rumah sakit. Kata dokter, anak tersebut menderita diabetes, gula darahnya sangat tinggi. Pagi ini, dia dibawa pulang sudah tidak kuat, dia meninggal tadi pagi.

"Masa sih, bukannya diabetes itu pada umumnya menyerang orang dewasa?" Agak sedikit bergumam, saya seperti bertanya kepada diri sendiri. "Katanya sih, terlalu banyak mengkonsumsi minuman berperasa yang dijual bebas di warung-warung. Ibu kan punya anak kecil juga, ya. Hati-hati, supaya jangan terlalu banyak jajan minuman seperti itu." 

Mendengar nasihat tersebut, saya hanya terdiam. Batin mengembara, terngiang lagi ucapan ibu warung depan rumah yang mengingatkan terkait si tengah yang selalu jajan minuman manis di warungnya, tidak tanggung-tanggung hingga dua belas cup. "Itu di warung saya, belum mungkin di warung yang lain." Kata ibu warung menegaskan.

"Saya memberitahu, karena khawatir takutnya ada efeknya bagi anak-anak." Ibu warung menutup pembicaraannya dengan bijak. Sebagai seorang ibu dengan tiga anak yang sedang dalam masa-masa 'suka jajan'. Sejujurnya, ada perasaan ketar-ketir di lubuk hati. Mengingat ternyata efek dari asupan yang mengandung pemanis ini sangat berbahaya, bahkan bisa berakibat kematian.

Muncul benjolan di bawah dagu

Belum berlalu satu minggu dari obrolan tentang dampak minuman manis tersebut. Tiba-tiba di bawah dagu si  tengah, putra laki-laki saya yang suka minuman berperisa hingga dua belas cup sehari itu, tumbuh sebuah benjolan. Pertama kali, saya menduga itu sejenis penyakit gondongan. Saya pun bertanya pada saudara yang bekerja sebagai apoteker, obat yang cocok untuk benjolan tersebut. Dua hingga tiga hari mengkonsumsi obat tersebut, benjolan bukannya kempes tapi semakin membesar dan terasa keras ketika diraba.

Saya panik dan langsung membawa si tengah ke klinik. Setelah diperiksa, dokter tidak memberikan resep obat, dia menyarankan agar saya melakukan rontgent hari itu juga dan segera membawa anak saya ke rumah sakit. Dia memberikan surat rujukan ke dokter bagian bedah syaraf.

"Ini harus secepatnya dioperasi, Bu. Karena, dalam jangka waktu tiga hari sudah tumbuh besar seperti itu." Ucapan dokter semakin menambah kekhawatiran saya semakin menjadi-jadi. Siang itu juga, saya membawa si tengah untuk dilakukan rontgent. Tidak bisa dilukiskan bagaimana kalutnya perasaan saya. Saking stresnya, saya merasa kunang-kunang dan semua badan terasa seperti bergetar hebat. 

Apalagi, saat si tengah yang biasanya cuek, kalau sakit tidak pernah dirasa, selalu enjoy dan nenangin. Mungkin karena melihat saya, begitu pucat dan tidak banyak bicara, dia bertanya : "Penyakitku gawat, ya Ma!" Mendengar hal tersebut, air mata yang sudah saya tahan sejak pagi, buyar begitu saja seperti menemukan jalannya. Dia memeluk saya erat, "Mama, tenang saja aku tidak takut dirontgent, kok. Mama tunggu di luar saja." Ujarnya memberikan ketenangan. 

Perjuangan hingga tiga bulan masa penyembuhan

Bagian klimaks dari efek konsumsi minuman berperasa secara berlebihan adalah, ... sebenarnya saya tidak kuat untuk menceritakannya. Karena hingga hari ini pun, setelah si tengah dinyatakan sembuh. Saya masih merasa trauma dengan kata-kata dokter di rumah sakit tersebut.

Dokter yang masih muda itu berbicara dengan berapi-api, seperti ingin menenggelamkan semua perasaan saya, hingga luluh lantak ke dasar bumi yang paling dalam. 

"Setelah membaca hasil rontgent dan juga USG, putra ibu didiagnosa mengidap kanker lidah, saya perkirakan ini sangat ganas dan harus secepatnya diangkat melalui operasi. Takutnya, akan tumbuh semakin tidak terkendali dan bisa menyebar ke jaringan-jaringan yang lainnya. Saya sarankan agar ibu segera berangkat ke Bandung, ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Karena, hanya di sana yang fasilitasnya lengkap. Dengan berat hati, saya beri tahu meski sudah dioperasi pun hasilnya 50:50. Jika operasinya berhasil pun, karena ini posisinya di bagian syaraf lidah yang sangat sempit, akan terjadi kelumpuhan pada putra ibu.

Setelah vonis tersebut, hidup terasa tidak sama lagi. Saya merasa kehilangan semangat, setiap melihat benjolan di bawah dagu anak saya semakin membesar. Saya merasa hancur dan luluh lantak. Sedikit yang menguatkan hati saya adalah, si tengah ini memiliki karakter yang kuat, tidak pemalu, dan tidak cengeng. Dalam keadaan seperti itu, saat semua orang mengkhawatirkan keadaannya, dia masih enjoy saja main di lapang, sepak bola, petak umpet, dan lain-lain. Tidak pernah sedikit pun ia mengeluhkan sakit atau apa pun.

Oleh karena itu, saya pun berusaha untuk dapat tegar seperti dia. Saya bersama suami mencari second opinion ke dokter spesialis anak langganan kami. Ternyata, tanggapan beliau sangat menenangkan. Anak saya diberi suntikan imunisasi dan diberikan beberapa macam obat. Kami diberi waktu satu minggu, jika benjolan kempes. Maka, tidak harus dioperasi. 

Dalam masa tunggu tersebut, saya stop seluruh jajanan yang mengandung perasa. Baik makanan maupun minuman. Saya juga membeli air alkali untuk dikonsumsi si tengah. Saya katakan padanya, "Mulai hari ini, kamu minumnya air ini, pagi-siang-sore, dan malam hari. Tidak apa-apa ibu mengeluarkan banyak uang untuk membeli air ini, asal kamu bisa sehat kembali."

Setelah satu minggu, ternyata benjolan itu belum kempes juga. Karena, takut disuruh ke rumah sakit untuk operasi. Saya putuskan tidak datang kontrol ke dokter. Saya akan berusaha, melihat hasil dari efek air alkali tersebut. Hampir dua bulan, saya menunggu perkembangan. Alhamdulillah, si tengah dalam kondisi benjolannya semakin membesar, dia tetap makan dengan lahap, tidur nyenyak, anteng bermain, dan sekolah seperti biasa.

Banyak orang yang bertanya terkait benjolan tersebut. Reaksi mereka beragam, ada yang support, kasihan, menakuti, dan tersenyum puas. Saya selalu katakan, kepada siapapun yang bertanya, bahwa benjolan itu hanya bisul biasa. Terkait penyakit anak saya, hanya saya dan suami serta dokter saja yang tahu. Tidak pernah sedikit pun saya bercerita tentang hal ini. Bahkan kepada keluarga besar sekali pun. 

Saya tidak mau membebani masa tua ibu bapak saya dengan hal-hal beraroma kesedihan. Saya banyak melakukan law of atraction dengan cara berucap yang baik, berdoa, dan menulis jurnal harian. Dari hal tersebut, saya banyak belajar bahwa dalam masalah seperti ini, ternyata saya tidak punya kawan. Selain keluarga, Allah Swt., dan diri saya sendiri. Oleh karena itu, saya pun bangkit untuk optimis, bahwa anak saya adalah tanggung jawab kami sebagai keluarganya.

Jiwa saya yang terasa rapuh di awal, kembali bisa bangkit. Genap di bulan ketiga, saat saya menemani si tengah bermain pasir bersama kawan-kawannya. Saya lihat benjolan tersebut berwarna merah dan di tengahnya pada bagian yang keras itu terkandung banyak cairan nanah berwarna seperti susu. Tiba-tiba saja, kantung nanah dan darah itu pecah, jatuh ke bagian baju anak saya.

Saya sangat takjub sekali, semua perasaan campur aduk dalam hati. Tidak terlukiskan bagaimana bahagianya saya saat itu, seperti peribahasa Sunda yang berbunyi, Lir bucat bisul artinya ungkapan sebuah perasaan yang lega, setelah menghadapi masalah yang sangat berat.

Ini yang terjadi pada tubuh saat berhenti konsumsi makan-minum manis

Setelah berhenti konsumsi makan-minum yang berperasa manis hampir kurang lebih tiga bulan. Anak saya benar-benar terbebas dari penyakit yang didiagnosakan dokter sebagai kanker kelenjar ludah. Bahkan, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan di laboratorium, anak saya dinyatakan bersih dari sel-sel jahat tersebut.

Si tengah yang dulu sering menderita gatal-gatal pada tubuhnya, digaruk hingga muncul luka yang mengeluarkan nanah. Atau saat jatuh dan terluka saat main bola membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Kini, kaki dan tangannya mulus, bersih dari bekas-bekas luka dan bopeng akibat gatal-gatal tersebut.

Luka cedera pada bagian lututnya, yang biasa selalu lembab dan seperti susah untuk kering. Kini sudah sembuh secara total. Alhamdulillah, banyak hal baik yang terjadi setelah saya batasi asupan makanan manis pada anak-anak saya. Begitu pun saat di rumah, saya stop menyediakan gula di toples. Hingga, anak-anak tidak terlalu sering membuat teh manis. Berkat pembatasan konsumsi makan-minum manis yang berasal dari jajanan di luar. Anak-anak sekarang makannya bagus, hanya mau makan makanan rumah dan minum banyak air putih. (*)

#Minum Makan Manis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun