Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Cara Mudah dan Praktis Menulis Puisi Estetik bagi Pemula

8 September 2022   08:14 Diperbarui: 8 September 2022   08:27 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat membaca puisi yang ditulis oleh orang lain. Baik di media cetak maupun secara online di blog. Kok ya, sepertinya kita juga bisa membuat yang sama persis seperti itu. 

Diksi yang dipakainya pun kata-kata yang biasa dipakai sehari-hari, rima dan sistematika penulisan baitnya pun sederhana saja. Rasa-rasanya kok gampang ya menulis puisi.

Lalu, karena merasa tertantang, dalam hati ada keinginan untuk membuktikan bahwa kita juga mampu menulis puisi seperti itu. 

Baca juga: Saat Writer

Diambillah sebuah notes dan balpoint runcing, dipilih yang enak untuk dipakai menulis. Agar ide tidak tersendat, saat dituliskan. Duduk dekat jendela dengan view alam bebas, dalam hati berkata : 

"Mengalir nih ide gue, jangankan satu puisi, lima puisi sekaligus juga bisa." Sorak hati jumawa.

Duduklah kita di sana, memandang ke tempat yang jauh, mencangklong dagu, tangan mengepit balpoint.

Beberapa kali memandang ke arah gunung yang membiru, ujung balpoint hinggap di ujung bibir, sebagai pertanda menimbang-nimbang, "Tema apa ya, yang pantas ditulis, yang akan disukai banyak orang?"

Lalu, menulis 'Gunung yang indah'. Dicoret lagi menjadi 'cantiknya gunung itu'. Dibolak-balik, kok terasa hambar, ya. Seperti bukan puisi. 

Kembali lagi, tatapan terpusat kepada kabut yang menyelimuti pegunungan. Sekarang, ujung balpoint ada di kening. Itu tandanya, sedang berpikir keras. Naik satu tingkat dari level yang pertama.

Beberapa jam duduk termangu. Tidak satu pun puisi dapat kita tuliskan. Padahal, membaca karya orang lain terasa seperti cetek saja menulis karya seperti itu. Bahkan, kita menganggap bahwa kita akan dapat menghasilkan karya yang lebih baik dari itu. Buktinya, nihil kan.

Awal 'terjerumus' ke dalam dunia puisi

Dilansir dari matapuisi.com, sebenarnya sebagian besar penyair Indonesia itu, di awal ketertarikannya dalam dunia menulis puisi. Itu bermula hanya dari rasa suka, tanpa bekal teori dan teknik untuk dapat menulis puisi. 

Dengan berbekal rasa suka, para penyair tersebut belajar secara otodidak, mengikuti naluriah yang ada dalam otak dan jiwa mereka, membaca sajak apa saja yang ditemukan. Baik di media cetak, maupun media online. Mereka terus-menerus mencoba menulis puisi, hingga menemukan gaya dan brand mereka sendiri.

Bisa dikatakan bahwa, pada langkah pertama tersebut, para penyair kita itu ibarat meraba-raba dalam gelap. Terus saja mencoba untuk melangkah dan terus melangkah, dengan harapan akan bertemu cahaya. 

Dalam kegelapan itu mereka belum menemukan senter dan tongkat sebagai teori, metode, dan teknik menulis puisi yang akan menuntun mereka ke arah cara penulisan puisi yang 'benar'.

Akhirnya, teori tentang petunjuk cara membuat puisi itu ditemukan sambil berproses. Itu pun bukan dari sekolah sebagai lembaga yang resmi. Melainkan banyak didapatkan dari luar sekolah. 

Ingin bisa menulis semua genre

Inilah, sebuah fenomena yang sering saya rasakan, sebagai penulis pemula. Banyak sekali keinginan untuk bisa menulis semua genre dalam aktivitas kepenulisan ini. Tidak hanya bisa menulis artikel, punya keinginan juga untuk bisa menulis puisi, cerpen, cernak, dan lain-lain.

Minimal menulis puisi saja dulu. Karena, dilihat dari jumlah kata tidak terlalu panjang, bisa dikerjakan dalam waktu singkat, tidak membutuhkan referensi berbentuk data, fakta, dan pendapat orang lain. 

Puisi, benar-benar karya yang praktis. Satu-satunya genre yang bersifat benar-benar bebas, bergantung seratus persen kepada penulisnya.

Hal itu, karena di dalam puisi dikenal sebuah istilah, insentia poetica, yang artinya kebebasan dalam berpuisi. Sebagai penyair --istilah khusus untuk orang yang suka menulis puisi, kita diberikan keleluasaan untuk membingkai kata dengan tanpa mempedulikan kaidah ejaan, tanpa harus ada paragraf, tanda baca, dan lain-lain. Dengan tujuan untuk menghasilkan puisi yang estetik dan bermakna.

Ada beberapa cara mudah dalam menulis puisi. Baru-baru ini saya menemukan teknik menulis puisi dari Indra Hasta atau Hasta Indrayana dalam bukunya Seni Menulis Puisi.

Jangan bergantung pada kata sifat 

Pada awal-awal belajar menulis puisi, kita sering menorehkan ide dalam buku diary sebuah tulisan berbentuk puisi. Umpama tentang keindahan pemandangan laut yang sedang kita pandang, terbentang luas di hadapan kita dengan kata-kata puitis bertabur kata sifat, seperti berikut :

Laut ini indah

Dihiasi ombak yang besar

Matahari senja begitu cantik

Membuat hati terharu pilu

Puisi di atas sangat bergantung pada kata sifat atau adjektiva, yakni kelas kata yang berfungsi untuk menjelaskan dan menerangkan, serta mengubah dan menambah arti dari suatu benda. Sehingga, sebuah benda akan berubah menjadi memiliki makna yang lebih khusus atau spesifik.

Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa kata sifat memiliki beberapa ciri, diantaranya : dapat ditambahkan dengan kata keterangan pembanding, yakni : lebih dan paling ; ditambah dengan kata keterangan penguat : sangat, dan amat ; dapat diselipkan kata 'tidak' ; dapat diulang dengan penambahan awalan dan akhiran, contoh : Sebersih-bersihnya ; pada kata-kata tertentu dapat diakhiri dengan akhiran -er, -wi, -iah, -if, -al, dan -ik.

Alih-alih menjadikan sebuah puisi yang estetik, jika kita tidak pandai mengolahnya, kata sifat akan membuat puisi kita terkesan hambar dan kekanak-kanakan. 

Makna tersirat yang ingin disampaikan kepada pembaca, berubah menjadi seperti sebuah kalimat penjelasan tentang laut. Puisi yang kita tulis akan menjadi deskriptif, hanya memaparkan saja tidak menyentuh makna terdalam yang ingin disampaikan.

Puisi di atas dapat kita ubah dengan menggunakan gaya bahasa personifikasi, yakni gaya bahasa yang mengumpamakan sebuah hal atau benda mati memiliki sifat menyerupai manusia. 

Laut ini memandangku penuh cemburu

Kepada ombak, dia sampaikan rindu dan dendam

Di balik hangatnya mentari yang mengerling genit

Buih laut hempaskan dua rasa itu hingga jauh

Nah, bagaimana menjadi berbeda, kan? Meski belum terlalu puitis. Tapi, oke lah ya bagi penulis puisi yang baru mulai menjejakkan kakinya di jagat per-puisi-an. Sebagai latihan, kita bisa terus mencoba-coba untuk otak-atik berbagai diksi. Sebagai permulaan kita bisa bermain pada rima, diksi, bait, dan gaya bahasa.

Maksimalkan Penggunaan Majas

Dalam bukunya yang berjudul Seni Menulis Puisi, Hasta Indrayana lebih banyak mengajak pembaca untuk memaksimalkan penggunaan majas atau gaya bahasa. Kenapa demikian? karena banyak sekali kekayaan bahasa estetik terkandung dalam majas. 

Kita semua tahu, bahwa puisi adalah kata-kata yang berbalut estetika dan keindahan kan? Jadi, mengapa tidak kita memanfaatkan hal itu, untuk memperkaya pengalaman batin kita dalam menulis puisi.

Dengan mengetahui, memahami, dan mencoba menerapkan majas-majas itu dalam puisi kita. Akan membuat puisi atau tulisan yang kita buat, menjadi semakin menarik, memberikan kesan mendalam, membuat kata-kata semakin imajinatif dan estetik, bertabur kiasan. 

Hal ini, akan sangat berguna bila kita ingin menyampaikan suatu pesan yang bersifat emosional atau mengandung unsur perasaan seperti sedih, duka, kesal, cemburu, bahagia, dan lain-lain.

Menurut para ahli bahasa, majas atau gaya bahasa merupakan sebuah karya sastra yang sangat unik dan tidak biasa. Ia dapat mengkombinasikan antara kejujuran, sopan-santun, dan manisnya tutur kata dan budi bahasa. Majas juga dipercaya mampu memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulisnya.

Dilansir dari liputan6.com, ada 24 jenis majas yang ada dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, dan luar biasanya ke-24 majas ini bisa dipakai dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

1. Majas Pertentangan, merupakan majas yang memiliki gaya dalam melukiskan sesuatu hal atau benda dengan cara mempertantangkan antara satu hal dengan hal lainnya. Yang termasuk gaya bahasa jenis ini adalah : Litotes, Paradoks, Antitesis, dan Kontradiksi Interminus

2. Majas Perbandingan, adalah gaya bahasa atau kata kiasan yang menunjukkan sebuah perbandingan dua hal atau dua obyek.

Ciri dari majas perbandingan, biasanya menggunakan kata-kata pembanding seperti : bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, dan laksana.

Termasuk ke dalam majas perbandingan, adalah gaya bahasa Hiperbola, Eufimisme, Metanomia, Simile, Alegori, Personifikasi, Metafora, Asosiasi, Sinekdok dan Simbolik

3. Majas Penegasan, yaitu gaya bahasa yang berfungsi untuk membuat suatu hal atau obyek terlihat lebih jelas, dengan melakukan penegasan dalam beberapa bagian.

Termasuk ke dalam majas ini adalah gaya bahasa Pleonasmeu, Repetisi, Retorik, Klimaks, Anti-klimaks, Paralelisme, dan Tautologi.

Majas Sindiran, merupakan gaya bahasa yang memiliki tujuan menyatakan sesuatu dengan maksad menyindir.

Termasuk ke dalam gaya bahasa ini adalah majas Ironi, Sinisme, dan Sarkasme.

Itulah, beberapa majas yang dapat kita gunakan untuk bahan menulis puisi. Teknik menulis puisi menggunakan majas akan berguna saat kita mengalami kebuntuan ide. Hal yang biasa dialami oleh para penulis pemula.

Kita dapat mencari referensi tentang majas-majas tersebut dari google atau membaca secara langsung buku Seni Menulis Puisi karya Hasta Indriyana.

Capcus, yuk kita praktekan, selamat mencoba, semoga berhasil. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun