Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Cara agar Tingkat Literasi Setara dengan Tingkat Pemahaman terhadap Bacaan

6 September 2022   21:50 Diperbarui: 8 September 2022   10:51 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membaca buku | Pexels.com/Marcos Palena

Kalau kita melakukan kegiatan membaca. Apakah karena butuh, ingin, dipaksa agar menjadi biasa atau sadar diri bahwa membaca itu mutlak penting untuk digalakkan?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas. Seyogyanya, kita harus tahu dulu apa arti dari semua alasan itu.

Empat Alasan Orang dalam Membaca

Baca juga: Saat Writer

1. Membaca karena butuh dilakukan saat kita sedang menulis artikel, skripsi, disertasi, belajar memasak, lomba, dan lain-lain. 

Isi dari bacaan sangat kita perlukan sebagai referensi, bahan untuk dihafalkan dan dipraktikkan, serta untuk memperkaya daftar pustaka.

Kita akan mencari buku-buku non-fiksi yang bersifat pengetahuan serius, teori, dan tips-tips. Membaca dengan alasan pertama ini, biasa dilakukan oleh pelajar, mahasiswa, guru, dosen, ibu rumah tangga, dan para politisi.

2. Disebut membaca karena ingin, ketika kita membutuhkan hiburan, mengisi waktu luang, daripada bengong, dan lain-lain. 

Biasanya genre yang dibaca seputar tulisan-tulisan non-fiksi seperti puisi, cerita pendek, teenlit, komik, roman, dan lain-lain. 

Siapapun bisa melakukan membaca dengan alasan ini. Karena sifatnya hanya sebagai kesenangan belaka. Bahan yang dibaca berisi cerita-cerita ringan perintang waktu. 

Biasanya, alur dari cerita akan disimpan lumayan lama dalam memori. Apalagi jika kita menceritakan hasil membaca tersebut kepada orang lain secara berulang-ulang.

3. Saat ini sedang digalakkan membaca karena dipaksa agar terbiasa. Beberapa daerah di Indonesia sudah memiliki program gerakan literasi. Bahkan, hampir di seluruh wilayah Nusantara. 

Agenda dari gerakan literasi ini, di antaranya tertuang dalam program pembiasaan yang secara merata diterapkan di setiap sekolah di seluruh Indonesia. 

Setiap pagi, tiga puluh menit sebelum belajar, peserta didik dihimbau untuk membaca. Apa saja yang penting ada yang dibaca.

Di SMPN 1 Sumedang, pembiasaan ini tertuang dalam kegiatan yang bersumber pada profil pelajar Pancasila. Salah satu kegiatannya adalah literasi membaca. Dilaksanakan setiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis, selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Kegiatan ini dilakukan secara berjamaah di lapangan upacara.

4. Membaca karena kesadaran bahwa membaca itu mutlak dilakukan, karena sangat besar manfaatnya. Mungkin belum banyak dilakukan. Hanya segelintir orang saja yang telah secara konsisten dan komitmen melakukannya. Ya, sebagian kecil tersebut mungkin para pegiat literasi, duta baca, sastrawan dan budayawan, dan lain-lain.

Hasil dari gerakan literasi yang dilaksanakan secara marathon di seluruh Indonesia ini, baik yang membaca dengan alasan butuh, ingin, dipaksa, dan kesadaran diri. 

Akhirnya, tingkat buta huruf masyarakat secara perlahan tapi pasti, menurun hingga o,1 persen pada tahun 2022. Padahal, di tahun 2005, tingkat buta huruf masyarakat Indonesia mencapai angka 10 persen.

Sejauh ini, gerakan literasi telah menampakkan taringnya. Namun, kita jangan bangga dulu, hingga lupa daratan. Bersyukur boleh, senang sedikit itu normal, tapi bersiap untuk tantangan yang lebih susah adalah sebuah kebijaksanaan.

Tingkat Pemahaman terhadap Bacaan Masih Rendah

Data mencatat bahwa tingkat pemahaman masyarakat Indonesia akan apa yang dibaca, di Jakarta saja, yang notabene merupakan ibu kota negara, hanya lima puluh sekian persen.

Semakin ke timur, daerah Papua dan lainnya tingkat pemahaman itu semakin rendah, mungkin tersisa hanya sebelas, hingga dua belas persen saja.

Kang Maman Suherman --seorang penulis sekaligus jurnalis, reporter dan pemimpin redaksi alumni jurusan kriminologi UI Ini mengatakan, tingkat pemahaman rendah yang ditunjukkan peserta didik terhadap bacaan ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh guru di Indonesia. Bahwa, ternyata kegiatan literasi membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai itu belum optimal. 

Peserta didik baru dihimbau dan diajak untuk membaca. Tanpa diajak untuk mengerti, paham, dan menerapkan hasil bacaan dalam kehidupan sehari-hari.

Padahal, di dalam agama Islam, kita diajak untuk membaca itu agar kita bisa mendapatkan pelajaran dan hijrah. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari gelap menjadi terang. Bahwa membaca itu ibarat cahaya yang akan menerangi jalan kita yang gelap gulita.

Literasi seyogyanya harus berperan menjadi tongkat yang membantu kita berjalan dalam keremangan cahaya. 

Tugas guru adalah mengajak siswa untuk memberikan review apa yang sudah dibaca dengan melisankannya di depan teman-temannya, menuliskannya dalam bentuk hasil review dengan teknik Fishbone, AIH, dan Y-Chart. 

Tingkatan tertinggi adalah peserta didik mampu mempraktikkan hasil bacaan dalam kehidupannya. Menjadi sebuah harapan dan kebanggaan pula apabila peserta didik mampu menuliskan lagi hasil membaca tersebut ke dalam genre yang lain.

Hal ini menjadi sangat penting, karena ciri kita sudah memahami bacaan adalah saat bacaan tersebut berfungsi dalam tiga hal berikut.

1. Enlightment, membaca memberikan pencerahan 

Setelah melalui proses membaca, kita harus mendapatkan pencerahan. Dari hal yang pada awalnya terasa gelap gulita, menjadi terang benderang.

Umpama, ketika kita dihimpit sebuah kesulitan. Tiada orang yang bisa diajak berdiskusi. Karena, hal yang sedang menjadi masalah itu tidak mudah untuk dipahami orang lain.

Maka, saat kita membaca sebuah buku yang berkaitan dengan masalah tersebut. Sedikit demi sedikit kita akan merasa tercerahkan. Sehingga, pola pikir kita pun berubah menjadi lebih terbuka. Tidak lagi tertutup dan dunia seakan mau kiamat.

2. Enrichment, membaca memperkaya wawasan

Proses membaca yang kita lakukan, sejatinya harus menjadi sarana dalam memperkaya daya intelektual kita. Sehingga wawasan dan pengetahuan kita pun menjadi bertambah.

Hal ini akan berpengaruh pada rasa percaya diri, saat kita tampil bergaul bersama orang lain. Kita tidak lagi menjadi orang yang kudet, dan terlihat planga-plongo.

Dengan wawasan yang luas sebagai hasil dari membaca. Maka kita akan tampil sebagai orang yang cerdas. Hal ini akan teruji saat kita dihadapkan pada suatu masalah.

Bila kita berwawasan luas, akan mampu mencari beberapa alternatif solusi untuk satu masalah. Lengkap dengan analisis keunggulan dan kelemahannya dari beberapa solusi tersebut.

Akan berbeda bila suatu masalah menimpa orang yang tidak suka membaca dan berwawasan sempit. Jangankan beberapa solusi, satu solusi saja belum tentu dia akan menemukan.

Wawasan yang luas dan kaya juga akan menjadi senjata bagi kita dalam menangkal berita hoaks yang banyak berseliweran di sekitar kita, akhir-akhir ini.

Hal ini menjadi salah satu tujuan, mengapa peserta didik harus cerdas berliterasi. Agar tidak mudah terpengaruh oleh berita-berita bohong yang menyesatkan di dalam kehidupannya.

3. Empowerment, membaca harus dapat memberdayakan

Hasil membaca sejatinya harus dapat memberdayakan orang yang melakukan hal tersebut. Membaca harus menjadi pendorong dan motivasi bagi seseorang untuk bisa berpikir, berperilaku, mengelola, mengambil tindakan dan mengambil keputusan menuju pencapaian karier, studi, kehidupan rumah tangga, dan lain-lain.

Sebagai pribadi yang mandiri, kita harus memiliki keyakinan terhadap diri sendiri, bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengendalikan kehidupan, paling tidak hidup kita sendiri.

Sikap semangat dalam mengejar tujuan dan terus berusaha untuk mendapatkan impian di dalam hidup, merupakan indikator bahwa bacaan telah menjadi mesin yang memberdayakan.

Menjadi manusia yang berdaya menjadikan kita sebagai individu yang memiliki kekuasaan, pengetahuan, dan kemampuan untuk hidup sebagai individu yang merdeka.

Semangat seluruh guru di Indonesia, yuk singsingkan lengan baju. Pekerjaan rumah kita masih banyak. Keep Spirit! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun