Ketiga, di kota Sumedang, pemerintah kolonial Belanda memiliki agenda besar, yakni pembuatan jalan raya Cadas Pangeran. Proyek ini menghabiskan dana yang tidak sedikit. Pembuatan jalan ini juga telah menorehkan catatan sejarah yang kelam dan heroik bagi rakyat Sumedang. Karena, pada masa pembangunan jalan tersebut, banyak rakyat Sumedang yang menjadi korban kekejaman Belanda.Â
Masyarakat Sumedang ditindas secara kejam dan tidak manusiawi untuk membongkar batu-batu cadas yang sangat keras. Tentu saja, dengan peralatan sederhana yang ada di rumah warga. Telah menjadi rahasia umum, jika proyek pembuatan jalan yang menghubungkan Anyer dan Panarukan ini dilaksanakan dengan program kerja paksa.Â
Banyak masyarakat yang sakit, bahkan tidak sedikit yang meninggal sebagai korban dari kekejaman Belanda. Sehingga, Pangeran Kornel yang menjadi pemimpin Sumedang pada masa itu merasa iba pada rakyatnya. Beliau pun tampil membela rakyat dengan cara menyalami Jenderal William Daendels dengan tangan kiri.
Dalam norma masyarakat Sunda, bersalaman yang baik dan ideal adalah menggunakan tangan kanan. BIla dilakukan sebaliknya, hal itu dapat diartikan sebagai menentang atau bukti sebuah perlawanan.Â
Aksi heroik dan berani ini mengundang simpati masyarakat pada masa itu. Sehingga, sebagai penghargaan atas keberanian Pangeran Kornel tersebut. Jalan ini dikenal dengan nama Cadas Pangeran hingga sekarang.Â
Oleh karena itu, bila dari arah Bandung kita melintasi jalan Cadas Pangeran, di sebelah kiri jalan sebelum masuk area Cadas Pangeran, kita akan menemukan sebuah patung Pangeran Kornel sedang berjabat tangan menggunakan tangan kiri.
Ternyata jejak-jejak kolonialisme di kabupaten Sumedang tidak hanya pada benteng-benteng pertahanan, penjara, dan patung Pangeran Kornel. Tapi, juga masih dapat kita temukan beberapa tempat lagi yang merupakan peninggalan Belanda.
Menara Loji
Menara lonceng ini berada di Jatinangor, sebuah menara yang dibangun dengan gaya arsitektur Kebangkitan Gothik, dibangun pada tahun 1800-an oleh Baron Braud --seorang tuan tanah Belanda yang memiliki hektaran kebun karet di wilayah Jawa Barat.
Menara ini menjadi saksi bisu, tentang produktivitas Jatinangor saat itu sebagai sentra perkebunan karet. Menurut catatan sejarah, Jatinangor pada masa pendudukan Belanda memiliki kebun karet seluas 962 hektar. Menara loji ini berfungsi sebagai pengingat jam kerja bagi para pekerja di kebun karet.Â