Besi dibakar sampai merah membara, lalu dengan menggunakan penjepit besi tersebut diangkat lalu dipukul dan dibentuk menggunakan palu hingga menghasilkan barang yang dibutuhkan.
Makna Submisife tentang perempuan Â
Peribahasa piruruhan dika-tengahimah-keun memiliki makna bekas pembantu rumah tangga dijadikan sebagai istri. Perempuan dalam hal ini disimbolkan dengan kata 'piruruhan' sebagai sebuah wadah yang berada di gosali.
Tentu saja, secara kepantasan memang tidak elok menempatkan piruruhan di bagian tengah rumah sebagai simbol rumah tangga. Karena, piruruhan hanya bisa ditempatkan di gosali sebagai tempat yang berkaitan dengan pekerjaan pandai besi.
Dalam hal ini, perempuan sudah mulai keluar dari ranah domestik, tidak lagi berkutat di rumah. Perempuan di-citra-kan sudah mulai keluar dari rumah, sudah bekerja. Meski bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Namun, lagi-lagi kontruksi sosial, menempatkan perempuan pada posisi yang submisife bahwa perempuan yang disimbolkan dengan kata 'piruruhan' tidak pantas untuk dinaikkan derajatnya, apalagi dijadikan sebagai istri oleh majikannya.
Perempuan meskipun sudah bekerja, tapi jika pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga, dianggap tidak pantas untuk dibawa ke 'tengah'. Maksud kata 'tengah' dalam hal ini adalah tidak pantas untuk mendapat pengakuan publik, dan ditampilkan dalam masyarakat.
Fenomena saat ini
Sebagaimana kita ketahui, saat ini fenomena yang sesuai dengan peribahasa ini marak terjadi di masyarakat perkotaan. Banyak perempuan muda berasal dari desa-desa, mengadu nasib mencari pekerjaan di kota-kota besar atau bahkan di luar negeri.
Banyak berita yang mengabarkan kisah sukses para tenaga kerja wanita asal Indonesia. Mereka berhasil menjadi kaya raya, memiliki beberapa rumah, menjadi juragan kontrakkan, dan lain-lain. Tetapi bukan dari gajinya sebagai TKW, melainkan karena beruntung dan bernasib baik dinikahi oleh majikannya.
Di dalam negeri juga banyak kita dengar berita-berita serupa. Namun, perbedaannya di Indonesia, pernikahan tersebut terkadang diselimuti aroma perselingkuhan. Jika, di luar negeri para TKW menikah dengan majikan yang lajang atau duda sudah tua, tidak berstatus memiliki istri, atau masih jadi suami orang.Â
Berbeda dengan di Indonesia, pernikahan antara pembantu dan majikan terjadi pada rumah tangga pasangan produktif. Pembantu rumah tangga yang bekerja pada pasangan muda tersebut, memiliki usia yang terhitung masih muda pula.
Mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga, mengurus majikan laki-laki dan anak-anaknya. Dari mulai memasak, mencuci, menyeterika, membersihkan rumah, dan tektek bengek pekerjaan rumah tangga.Â