Sehingga terkadang ada rasa rindu, ingin mengulang kembali masa-masa indah itu. Masih terbayang, bagaimana Ibu menuangkan mi ke dalam piring yang terbuat dari seng. Saat itu, mangkuk plastik belum banyak dijual. Pertama, dituangkannya mi untuk Bapak, untuk dirinya sendiri, lalu berurutan, kakak, saya, dan terakhir si bungsu.
"Biar kenyang, tambahkan nasi, ya." Kata Ibu sambil menyenduk nasi dalam jumlah cukup banyak, dan menuangkannya ke dalam piring kami.Â
Sensasi makan mi instant saat itu, tidak pernah saya rasakan lagi. Bahkan, dengan produk yang sama sekali pun. Saya berharap rasa mi instant akan kembali seperti senikmat dulu. Mungkin, salahsatunya dengan cara mengurangi konsumsinya, dan menjadikan ia sebagai makanan yang istimewa. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H