Saat mengaji di surau, ustad selalu berpesan di akhir pelajaran, "Jangan sekali-kali melawan kepada orang tua, apalagi kepada ibu. Karena kalau kita durhaka kepada ibu, 'ka luhur moal sirungan, ka handap moal akaran' (artinya hidup kita tidak akan berkembang, tidak akan berkah, apalagi dapat mencapai kesuksesan).
Pepatah itu menjadi ajimat bagi saya, selalu diingat dan berusaha diamalkan. Saya selalu menuruti dan mengikuti semua pepatah orang tua, terutama ibu. Karena, saya yakin sesuai dengan hadits yang dikatakan Rasulullah Saw., bahwa, "Ridho Allah Swt., bergantung pada ridho orang tua."
Saat kita berusaha untuk berbakti, hormat, dan menyenangkan orang tua, terutama ibu. Maka, apa pun yang kita inginkan akan terasa mudah untuk didapatkan. Ibu bagi manusia adalah rahim yang selalu menyediakan kasih sayang, tidak pernah lekang hingga akhir jaman.
Ibu dalam peribahasa Sunda
Dalam peribahasa Sunda, akan kita temui beberapa kalimat yang memuat kata 'indung' seperti pada kalimat, "Indung tunggulna rahayu, Bapa tangkalna darajat". Artinya, tiada kebahagiaan, keselamatan, dan kesejahteraan tanpa doa dari ibu dan bapak. "Indung nu ngakandung, bapa nu ngayuga", artinya tidak akan ada anak, tanpa kasih sayang ibu dan bapak.Â
"Miindung ka waktu, mibapa ka jaman". Artinya, sebagai masyarakat Sunda, kita memiliki cara, ciri, dan keyakinan masing-masing. Tetapi, tidak akan melawan perubahan jaman, akan tetap mengikutinya.
Dalam ketiga peribahasa tersebut, indung selalu didahulukan dari bapak. Hal itu disebabkan oleh citra perempuan dalam masyarakat Sunda sudah melekat dalam kebudayaannya. Tidak dapat dilepaskan begitu saja dari nilai-nilai dan penghargaan masyarakat akan keberadaan seorang ibu.Â
Perempuan, istri, dan ibu memiliki kedudukan, dan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Sunda.
Sejalan dengan ajaran agama yang lebih mendahulukan ibu daripada bapak. Seperti terungkap dalam hadits, saat Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat. Â "Ya Rasul, siapakah orang yang harus aku hormati di dunia ini?" Rasul menjawab, "Ibumu."Â
Kemudian sahabat bertanya lagi, "Lalu siapa?" Rasul menjawab, "Ibumu." Kemudian, "Siapa lagi, ya Rasul?" Rasul menjawab, "Ibumu." Lalu, laki-laki itu bertanya lagi, "Kemudian setelah itu siapa, ya Rasul?" Rasul menjawab, "Bapakmu."