Tren bercocok tanam kini banyak digemari di kalangan masyarakat. Kebiasaan ini mulai marak dilakukan, saat covid-19 mewabah di negara kita. Banyak orang yang menghabiskan waktunya hanya dengan di rumah saja, sesuai himbauan dari pemerintah.Â
Untuk membunuh waktu dan rasa bosan, serta rutinitas harian yang monoton, banyak dari warga yang mengisi waktu senggang mereka dengan bercocok tanam.Â
Dari mulai tanaman berjenis sayur-mayur, seperti cabai rawit, tomat, kangkung, sawi, dan lain-lain. Sebagai warung hidup agar bisa menghemat pengeluaran membeli sayur. Hingga tanaman dari jenis bunga-bungaan sebagai hiasan taman di teras rumah. Dilihat dari sisi ini, pandemi telah membawa berkah tersendiri pada dunia tanaman.Â
Sekarang, kasus covid-19 telah melandai. Masyarakat pun sudah beraktivitas kembali dalam pekerjaan dan rutinitas hariannya masing-masing.Â
Nah, bagaimana dengan kegiatan bercocok tanam, apakah menjadi terbengkalai?Â
Karena, mau tidak mau kita kembali lagi pada kesibukan yang menyita waktu dan tenaga. Sehingga, kita tidak lagi memiliki waktu luang untuk mengurus tanaman. Bahkan, untuk sekedar menyiram pun terkadang tidak sempat. Akibatnya, tanaman menjadi kekeringan, layu, dan mati.Â
Sayang, bukan? Bila kebiasaan yang bagus dan menghasilkan tersebut lenyap begitu saja. Hanya menyisakan pot dan tanah kering yang berserakan.Â
Padahal, berkebun atau kalau di Jepang disebut Centenarian ini manfaatnya sangat banyak, lho. Malah bisa membuat pelaku atau subyek yang menekuninya memiliki usia yang panjang. Bahkan, hingga ratusan tahun.
Dilansir dari health.com, masyarakat Jepang saat ini rata-rata berumur panjang, antara 100 tahun lebih. Ternyata setelah diadakan penelitian, rahasia panjang umur para lansia di Jepang ini berasal dari kebiasaan mereka yang suka berkebun.Â
Aktivitas menanam, melihat tanaman hijau, dan mengonsumsi sayur-mayur yang ditanam sendiri tanpa pestisida, telah memberikan rasa bahagia, dan gembira pada para lansia ini. Dengan demikian, harapan hidup mereka pun semakin meningkat.