Sudah menjadi fakta yang umum, bahwa saat ini pengetahuan, informasi, wawasan, dan pandangan serta paham-paham global sangat mudah sekali diakses oleh siapa saja. Dari mulai orang dewasa, remaja, hingga kanak-kanak yang masih bau kencur.Â
Teknologi dengan gencar dan massif menggempur pemikiran-pemikiran mereka.Â
Hal ini, tentu saja akan memberikan dampak yang beragam bagi anak-anak. Dampak positifnya adalah anak-anak menjadi pribadi yang memiliki pemikiran kritis, kreatif, inovatif, dan menguasai teknologi.Â
Sedangkan, efek negatifnya juga tidak kalah dahsyat, anak-anak yang tidak memiliki pedoman iman dan etika moral yang kuat, akan mudah untuk terpengaruh oleh hal-hal yang negatif seperti: narkoba, pergaulan bebas, sekte atau aliran sesat, paham dan perilaku yang menyimpang, dan lain-lain.
Dengan demikian, resiko menjadi guru masa kini lebih besar tantangannya, bila dibandingkan dengan menjadi guru pada jaman dahulu.Â
Seorang guru diharapkan untuk dapat terus-menerus meng-upgrade diri dan pengetahuannya, agar tidak tertinggal dari pengetahuan yang dikuasai peserta didik. Setidaknya, kita dapat memberikan pengetahuan yang relevan dan sesuai dengan jaman.Â
Sehingga kita dapat menuntun kekuatan kodrat peserta didik kita.
Guru dituntut untuk ngindung ka waktu, mibapa ka jaman, artinya guru sebagai individu sekaligus sumber daya manusia yang bertugas melakukan pewarisan ilmu, mengajar, dan mendidik calon generasi bangsa.Â
Sudah sepantasnya dan selayaknya ngindung ka waktu, yakni memiliki ciri khas dan keyakinan yang kokoh tentang kepribadian, adat istiadat, jati diri, dan kualitas pribadi.Â
Namun, di samping itu, guru juga harus mibapa ka jaman, artinya mengikuti perkembangan jaman, tidak alergi dengan perubahan, terus belajar dan menyesuaikan diri dengan pelbagai perubahan yang ada.