Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seperti Kostum Harian Mama

20 Juni 2022   12:42 Diperbarui: 20 Juni 2022   13:08 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kostum pesta | Pexels.com/Ron Lach

Sebenarnya, kadang aku tidak sabar untuk menampakkan rasa kesal itu dengan cara yang vulgar. Umpama, berteriak, berkata kasar, dan berperilaku menolak. Tapi, air mata yang selalu tampak berkaca-kaca di mata Mama, saat dia berkata : "Hanya kamu kebahagiaan, Mama!" Membuatku tidak berdaya.

Padahal, aku tidak suka dengan sikap Mama yang terlalu memaksakan kehendak, egois, dan selalu ingin dipatuhi. Kadang terbersit dalam pikiran, "Apa karena sikap-sikap inilah, Papa memutuskan untuk pergi? Karena, aku juga lama-lama merasa bosan dan ingin pergi."

Lomba kostum pesta sudah semakin dekat. Aku memutuskan untuk membeli saja kostum itu. Bila dipaksakan untuk menjahit, rasa-rasanya hasilnya tidak akan memuaskan. Seperti Mama, aku mencari-cari sumber inspirasi dari berbagai hal, apa saja yang nampak oleh mata, terasa oleh batin, dan terpikirkan dalam benak. 

Namun, tidak seperti Mama yang selalu berpikiran rumit, menginginkan hal yang wah. Aku kebalikannya, suka hal-hal yang simpel, sederhana, dan nyaman dikenakan. Saat membuka-buka album foto, kebersamaan Mama dan Papa. Dari saat mereka pacaran, bertunangan, menikah, punya anak dan terakhir kali saat liburan di pantai. Kostum-kostum yang Mama kenakan tampak menawan di mataku. Semuanya sederhana, tapi penuh nuansa kehangatan dan ketulusan seorang ibu.

Yeay, aku sudah dapat ide untuk lomba kostum pesta minggu depan. Bergegas aku mencari marketplace yang menjual kostum anak dengan model seperti itu. Ternyata banyak kujumpai, model-modelnya beragam, dan menyajikan banyak pilihan warna. Saat mentari mulai tenggelam di Barat, cahayanya hangat menyinari kamarku yang menghadap ke arah barat. Pesanan kostum itu resmi terkirim. Terdengar langkah kaki Mama di tangga, "Alice sayang, turun yuk! Kita makan malam."

Tidak banyak kata terucap saat makan malam. Sengaja, aku ingin memberi kejutan pada Mama. Saat dia bertanya, apakah aku sudah menemukan kostum yang kuinginkan. Aku hanya mengangguk. Mama benar-benar sportif kali ini. Dia tidak mengintimidasi soal pemilihan tema, warna, dan model dari kostum yang akan ku pilih. 

Entah, ia percaya akan kemampuanku dalam memilih. Atau sudah apatis. Rupanya, ucapanku saat itu mampu menyadarkannya. "Mama sadar enggak, kalau sikap Mama yang posesif, ngatur, dan egois itu membuat orang ingin menjauh. Ku rasa, itulah alasan mengapa Papa pergi meninggalkan kita." Mama hanya diam, beberapa bulir air mata tampak menetes di pipinya. Aku merasa iba, lalu memeluknya, "Maapkan Alice, ya Ma! Aku mohon Mama percaya, Alice bukan anak kecil lagi kok."  Beberapa hari setelah peristiwa itu, dia tampak kalem dan tidak banyak bicara. 

Kostumku sudah datang, gaun sederhana berwarna merah menyala. Panjangnya selutut, ada band tipis berwarna krem di pinggirnya. Minim aksen dan aksesoris. Hanya renda warna senada band di bagian dada, dan pita kecil berwarna hitam di tengahnya. Aku sangat suka sekali modelnya. Beberapa kali aku coba dan berputar mengitari kaca besar di kamarku. Dengan pintu tertutup rapat dan dikonci kuhabiskan waktu untuk mengagumi kostum itu.

Bila Mama mengetuk pintu kamar, gegas aku sembunyikan kostum itu di lemari pakaian. Kasihan juga sebenarnya sama Mama. Wajah khawatirnya tampak memilukan. Ia seperti sedang berusaha untuk percaya, tapi hatinya ketakutan aku tidak berhasil menyediakan kostum itu dengan jelas menghiasi raut wajahnya. 

Hingga hari H lomba kostum itu digelar. Aku sengaja berangkat sendiri, dan mengundur waktu agar menjadi peserta yang datang paling akhir. Dari balik tirai panggung aku lihat kostum-kostum para peserta begitu indah, warna-warni, dan sangat mewah. Sempat ada rasa tidak percaya diri menyelimuti hati. Sambil memeluk kostum yang tersampir di badan, aku ucapkan motivasi pada diri sendiri, "Alice, kamulah yang terbaik, cantik, tulus, sederhana, dan penuh kehangatan." 

Mama tampak duduk di kursi paling depan dengan wajah yang sukar untuk dilukiskan. Pikirannya mungkin sedang kalut dan tidak fokus. Sesekali ia melirik ke arah pintu masuk. Dia mungkin mengira, jika aku belum datang. Hari ini, kostum yang Mama kenakan, menurutku adalah kostum yang sangat sederhana sekali. Saking paniknya mungkin hingga dia tidak fokus untuk memilih baju yang akan dipakainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun