Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Resep Burkenang* Nenek

14 Juni 2022   09:57 Diperbarui: 14 Juni 2022   10:13 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.

Suatu hari

Nenek memanggilku

Cu! datanglah ke huma

Sepulang sekolah

Ambillah buah yang menguning

Dari pohon nangka terakhir

Peninggalan kakekmu

Sebagai warisan dari ketiadaan

2.

Nyalakan tungku 

Dengan dian dari harapan yang mengecil

Pandanglah ia dengan pijar semangat

Pada daun-daun pisang yang kering

Lalap bara pada manik matamu

Membakar semua kesedihan

Yang larut dalam hitamnya jelaga

Sulutlah kayu dan bambu meranggas

Sebagai suluh cita-citamu

3.

Nenek di barisan awal ladang

Sedang tekun mengetam 

Ketan putih yang ditanam kakek

Dengan seribu taburan cinta

Kilauan keringat yang berleleran

Bagai setampah berlian

Yang berhamburan dalam kepapaan

"Masaklah bubur dari padi ini!"

Katanya penuh minat

Matanya yang tua membulat ceria

4.

Kakek selalu memanggil nira 

Bersama beberapa bumbung bambu

Ia naik pohon itu di pagi buta

Dan kembali saat mentari mengulum senyum

beberapa keping gula yang dicetak pada batok kelapa

Laris dijual nenek di pasar desa

Menjadi penyambung nafkah

Bagi nyawa kami bertiga

5. 

Pagi buta yang gelap dan hujan menangis

Kakek bangun tergopoh

"Nek! ayo kita buat burkenang*

Aku rindu masakan ibuku"

Mengucap begitu, kakek menelan ludah

Seperti sangat berselera

Nenek tersenyum mafhum

Seraya mengangguk gundah

"Ada apa? " Nenek tepis semua kekhawatiran itu

Keinginan kakek pagi ini

Serupa pesan dari tempat yang jauh

6.

Aku bermandi peluh dalam udara yang beku

Hujan telah membasahi semua suluh

Hingga tungku begitu lembab dan pucat

Ia seakan bebal terus saja tergugu

Hanya timbulkan asap yang pekat

Aku menangis tanpa kesedihan

Nenek terlihat khawatir

Matahari memang tidak datang pagi ini

Tapi, nenek yakin hari pastilah sudah siang

7.

Burkenang* pesanan kakek sudah siap

Walau sedikit bau tungku

Namun, aroma nangka dan ketan putih

Mampu halau jauh ketidaknyamanan itu

Kakek belum juga muncul

Hanya kabut dan rintik hujan yang tiba

Setelah itu, ternampak ia datang

Namun, digotong dalam tandu

8.

Kami hanya diam terpaku

Semua kata bagaikan hilang

Begitu juga air mata telah pergi

Langit bagaikan runtuh terasa

Hidup seperti terhenti dalam pusaran masa

Kami hanya saling pandang

Pada semangkuk burkenang*

Dan jenazah kakek yang terbujur

Dalam tandu basah yang bisu

Sumedang, 14 Juni 2022

*Burkenang singkatan dari bubur ketan nangka yang dimasak dengan gula merah, biasanya dihidangkan saat acara menanam padi di ladang/huma.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun