Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Kita tidak berhak untuk menambah berat beban hidup orang lain dengan pertanyaan sepele namun menyakitkan tersebut. Biarlah menikah atau tidak itu menjadi pilihan bagi saudara atau kawan kita.Â
Kedua, rencana memiliki anak. "Sudah isi belum? kok sudah lama menikah belum juga hamil, jangan-jangan ..."Â
Nah lho pertanyaan semacam ini amat melukai hati, ya. Karena, setiap pasangan yang sudah berumahtangga. Tentu saja, jika mereka pasangan yang tidak berkomitmen untuk child free, ya. Dapat dipastikan bahwa memiliki anak adalah salah satu goals mereka dalam berumahtangga.Â
Anak bagi sebagian masyarakat Indonesia diibaratkan sebagai sebuah pencapaian dalam kehidupan. Kita akan dikatakan berhasil, jika sudah memiliki anak di usia sekian.Â
Memiliki cucu di usia sekian. Terkadang hal tersebut menjadi sebuah hukum yang tidak tertulis di kalangan masyarakat. Walaupun seiring perkembangan jaman. Sedikit demi sedikit orang mulai paham bahwa hidup itu tidak melulu soal menikah lalu punya anak.Â
Mengapa kita tidak boleh mengobrol dengan topik ini? Karena, anak adalah rejeki dari Allah SWT, kehadirannya di tengah keluarga benar-benar murni pemberian dari-Nya. Kita tidak berkuasa untuk mengadakan atau menolaknya. Bukankah Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Asy-Syuro ayat 49-50, artinya:Â
"Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa."
Jadi, hindari bertanya seputar anak, ya. Karena, hal ini akan melukai perasaan lawan bicara kita. Begitu pun saat saudara kita sudah memiliki satu anak. Dua anak semua laki-laki, atau semua anak berjenis kelamin perempuan. Maka, hindari bertanya kapan nambah momongan, satu lagi anak laki-laki atau perempuan. Hal itu, akan menjadi beban dan bahan pikiran bagi orang yang kita tanya.
Ketiga, gaji atau pendapatan. Stop bertanya tentang, "Berapa gaji kamu di perusahaan ini, wah sedikit ya! kok teman aku kerja di perusahaan yang sama tapi hidupnya makmur."Â
Wah, pertanyaan ini benar-benar sangat sensitif, ya. Karena, bila gajinya besar dan kehidupannya makmur akan menyebabkan orang tersebut merasa sombong. Bila yang ditanya, gajinya sedang-sedang saja. Bahkan, kecil. Maka, pertanyaan tersebut akan membuat dia menjadi kurang bersyukur dan membandingkan hidupnya dengan orang lain.Â
Apalagi bila topik tersebut kita tanyakan kepada saudara yang baru lulus kuliah atau baru mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Dapat dipastikan kita akan di-blacklist dari daftar persaudaraan dengan titel saudara nyinyir.Â