Untuk menyambut hari raya, beberapa hari sebelumnya masyarakat ketiga daerah tersebut berbondong-bondong mendatangi pasar dan tukang jahit. Mereka membeli baju yang sudah jadi dari pasar, atau membeli kain dan memakai jasa penjahit untuk membuatkan baju yang pantas dipakai saat hari raya.
Bila kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk membeli baju baru atau menjahit. Beberapa dari masyarakat tersebut, terutama yang memiliki keterampilan menjahit. Mereka beralih profesi menjadi penjahit dadakan. Selain menjahit baju untuk sendiri dan keluarga. Momen tersebut dimanfaatkan juga untuk mencari tambahan penghasilan dengan menerima jahitan dari orang lain.
Tradisi membeli baju lebaran bahkan disebutkan dalam buku tersebut, sudah ada sejak tahun 1950. Jadi, saat ini kita hanya tinggal meneruskan saja, ya. Melanjutkan sebuah tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk perilaku sosial.
Menyambut Hari Raya dengan Meriah
Sebenarnya, niat awal dari kemunculan trend membeli baju lebaran itu bagus sekali. Esensinya yaitu menyambut hari raya dengan meriah. Bukankah Rasulullah juga telah menganjurkan dan mengajarkan kepada umatnya melalui sebuah hadits yang berbunyi :
Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali RA. ia berkata, "Rasulullah SAW telah memerintahkan kami pada dua hari raya agar memakai pakaian terbaik yang kami temukan." (HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim).
Ada beberapa hadits lagi yang isinya menganjurkan untuk mengenakan pakaian terbaik saat hari raya. Namun, tidak akan disampaikan di sini. Pada intinya, trend membeli baju lebaran ini memiliki hikmah yang amat agung.
Pertama, sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Allah SWT, atas semua anugerah dan karuni-Nya, sehingga kita dapat bertemu dengan bulan Ramadhan. Lalu setelahnya, diberi kesempatan untuk merayakan lebaran dalam keadaan sehat.
Kedua, mengagungkan hari raya dan malaikat yang konon bersama-sama dengan kita, berada di majlis tersebut ikut merayakan hari yang agung tersebut.
Jika kita pernah membaca sebuah artikel yang dimuat oleh Outward Appearances, berjudul Sarung, Jubah, dan Celana : Penampilan sebagai Sarana Pembeda Diskriminasi. Tentu saja, kita akan mengetahui bahwa kebiasaan masyarakat pribumi membeli baju pada saat lebaran pernah dikecam oleh pemerintahan Belanda yang berkuasa di tanah air kita saat itu.