Bukankah, Jack Ma pernah berkata, "Ikutlah dengan seorang pengusaha sukses, meskipun kantornya kecil saat kamu berusia 20 tahun, maka kamu juga akan memiliki mental seorang pengusaha".Â
Dalam realitanya, pepatah tersebut memang banyak terjadi. Beberapa contohnya pernah saya temui. Sebut saja A adalah pengusaha gorden, hari itu dia memasang gorden di rumah saya. Ketika saya bertanya, bagaimana perjuangannya bisa menjadi pengusaha gorden pada usia di bawah 40 tahun.Â
Dia menjawab, sejak usia 15 tahun, artinya saat dia lulus SMP ikut dengan tetangganya yang memiliki toko gorden di Bandung. Hampir sepuluh tahun, dia ikut bekerja bersama tetangganya tersebut. Pada usia 30 tahun, dengan berbekal tabungan yang dikumpulkannya, dia membuka usaha toko gorden di Sumedang.Â
Alhamdulillah, ia kini bisa hidup layak dan mampu menaikkan taraf ekonomi keluarganya. Bahkan, ia berencana akan menyekolahkan anaknya hingga kuliah. Tidak seperti dirinya, karena keterbatasan ekonomi orang tua. Hanya bisa sampai tamat SMP. Namun begitu, dia tetap bersyukur. Meski tidak berpendidikan tinggi, dia bisa banyak belajar ilmu tentang berdagang gorden pada tetangganya.
Contoh kedua yang saya temui adalah, sebut saja B. Dia bahkan tidak lulus SMP, saat ini B berusia 20 tahun. Namun, pada usia yang dapat dikatakan masih belia tersebut, B sudah mampu membeli motor ninja seharga Rp. 32 juta dengan cash. B juga memiliki tabungan di rekening untuk biaya persiapan pernikahannya nanti. B juga tidak lupa untuk membantu merenovasi rumah orang tua, dan membiayai sekolah adik-adiknya.
Mungkin anda penasaran, apa gerangan pekerjaannya? B ikut dengan tetangganya dari usia 13 tahun, sebagai kuli bangunan. Pertama, ia hanya bertugas sebagai tukang aduk, pengantar aduk, dan tukang disuruh-suruh oleh tukang senior. Namun, kini di usianya yang ke-20 B sudah menjadi tukang yang serba bisa. Bahkan, dia sudah menjadi wakil dari kepala tukang yang pada awalnya ia ikut kerja.Â
Jadi, sebenarnya tidak ada hubungan antara kemiskinan dan tingkat pendidikan. Jika seseorang mau belajar, dan berusaha keras untuk merubah nasibnya. Maka, taraf ekonomi dipastikan akan berubah ke arah yang lebih baik.
Memiliki tujuan dan cita-cita kuliah di tempat lain, bukan jalur SBMPTN
Tidak mengikuti SBMPTN, bukan berarti tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, ya. Banyak juga diantara lulusan SMA yang memiliki beragam pilihan lain, diantaranya :
1. Memilih sekolah kedinasan seperti IPDN, STAN, STIN, STMKG, SSN, STIS, Poltekip dan Poltekin, dan sekolah kedinasan Kemenhub.
2. Kuliah di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri, sehingga tidak mengikuti SBMPTN, namun seleksi PTKIN.
3. Kuliah di perguruan tinggi swasta