Pelayanan untuk pasien askes kurang maksimal
Sejujurnya, kalau dibilang kapok sih mungkin tidak, ya. Untuk menggunakan layanan fasilitas kesehatan di rumah sakit. Secara, asuransi kesehatan saya sekeluarga rujukannya di rumah sakit tersebut. Saya juga tidak tahu, kan suatu saat akan membutuhkan lagi layanan dari fasilitas kesehatan itu. Kondisi sakit terkadang datang tanpa bisa diprediksi. Meskipun kita merasa sudah menjaga kesehatan dengan baik. Tetap saja, bila sudah takdir. Sakit itu akan hinggap juga pada kita, dan anggota keluarga.Â
Namun, sejak beberapa kali kecewa, saya jadi trauma dan merasa kalau tidak terpaksa-paksa sekali, enggan untuk berobat ke rumah sakit. Saya lebih memilih untuk berobat ke dokter spesialis, biarlah bayar agak mahal. Tapi, pelayanannya bagus, profesional, dan tempatnya nyaman. Walau harus antre lama, dan bayarnya double, untuk biaya pemeriksaan dokter dan obat.Â
Mungkin ada pertanyaan, kalau begitu percuma dong bayar asuransi kesehatan. Kalau tidak digunakan? Bagi saya sekeluarga, pelayanan yang bagus adalah utama. Entah mengapa, kalau berobat dengan menggunakan biaya dari asuransi kesehatan. Kok, pelayanannya seperti tidak serius, dan asal-asalan. Terkadang, saya merasa seperti sedang mengemis, meminta-minta, dan menghiba. Tidak tahu kepada siapa, ya. Padahal, asuransi juga kan bayar, ya. Tidak gratis tis tis. Entahlah, mungkin itu hanya perasaan saya saja.Â
Beberapa kali kecewa
Bukan satu kali, saya mengalami kecewa dengan layanan rumah sakit. Namun, beberapa kali. Sehingga, efeknya jadi traumatis.
Pertama kali menggunakan layanan rawat inap alias opname di rumah sakit, pada tahun 2008. Saat Si sulung step alias kejang karena demam tinggi. Saat itu, saya panik sekali. Di rumah tidak ada siapa pun yang dapat dimintai tolong.Â
Suami kebetulan sedang ada tugas kantor, keluar kota. Ditolong oleh abang becak, saya berhasil membawa anak saya ke rumah sakit. Kami ditempatkan di unit gawat darurat untuk sementara.Â
Si sulung saat itu baru berusia 8 bulan. Badannya panas tinggi, dan beberapa kali kejang. Saya sudah tidak tahu lagi, bagaimana perasaan saya saat itu. Sedih, khawatir, dan takut anak saya kenapa-kenapa berkecamuk jadi satu.Â