Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mitos yang Berkembang di Sekitar Kucing, Mana yang Benar?

17 Januari 2022   11:53 Diperbarui: 29 Januari 2022   17:00 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kucing peliharaan di rumah. (sumber: SHUTTERSTOCK/SWITLANA SONYASHNA via kompas.com)

Semua hal tentang kucing selalu saja menarik. Setuju gak nih? Dari mulai suara meong-meong manja, gelendot ekor, tatapan mata bening nan polos, kehangatan bulunya, bahkan hingga mitos yang berkembang di sekitar mereka. Huf! Apa lagi tuh.  Kalau bicara yang satu ini, agak serem memang. 

Mitos seputar kucing

Menurut sebuah laman yang saya baca, katanya : "Bila ada kucing mengeong dan masuk ke rumah, jangan diusir dulu. Dia mau mengirim kabar baik." Nah lho, percaya gak ya? 

Walau secara ilmiah agak susah dijelaskan. Saya memilih untuk membiarkan ketika seekor anak kucing mungil, kurus, kotor, kakinya pincang dan berdarah mengeong rintih masuk ke rumah.

Kucing kecil itu makan nasi hangat dan ikan pindang yang saya sodorkan dengan lahap. Selesai makan, ia melakukan ritual mencuci tangan ala kucing. 

Saya tidak berhenti memperhatikan gerak-geriknya. Timbul rasa iba campur hawatir dalam hati saya, "Kasihan kucing lemah ini. Tapi, gak apa-apa gitu ya lagi hamil pelihara kucing?"

Ending-nya, dengan mantap saya membuat keputusan, kucing tak berayah-ibu itu akan dipelihara. Entah, darimana datangnya bisikan mulia itu, perbawa janin kali ya. Secara, sejak remaja dulu saya paling anti pada kucing, cat phobia atau apa lah istilahnya.

Dari kecil saya mengidap asma akut. Kucing dari jarak dua meter saja, bisa membuat saya bersin-bersin tidak karuan. 

Apalagi kalau bulunya berhamburan dimana-mana, saya langsung megap-megap tidak bisa bernapas. Itu tuh, kaya iklan napacin --obat sesak napas.

Kucing dekil dan kotor itu saya beri nama Loli. Tidak ada hal yang istimewa tentang asal-usul nama itu. Muncul begitu saja. Tring! Tring! Otak saya berbintang-bintang dan slahhh! Kata 'Loli' pun datang. Drama sekali ya? Hehehe..

Kucing dan kehamilan

Kehamilan saya berjalan mulus dan sehat.  Si kecil dalam perut sudah mulai bermain bola. Tendang sana, tendang sini. 

Dikiranya perut emaknya itu lapangan bola kali ya? Penyakit asma saya cukup bersahabat dengan Loli. Tidak ada megap-megap, tidak ada bersin. Pokoknya, aman damai dan terkendali.

Menginjak usia delapan bulan kehamilan. Saya mengalami perdarahan. Masih ingat pagi itu hari Jum'at. Suami tampak sangat khawatir. Wajahnya pucat dan keringat dingin berkilatan di dahinya. Maklum ini anak pertama kami.

"Mama sih, pakai pelihara kucing segala. Bagaimana kalau ada apa-apa dengan calon bayi kita." Ucapnya ketika mobil melaju pelan menuju tempat praktik Dr. Isfihanny --Dokter kandungan yang terkenal di daerah kami.

"Enggak apa-apa Pa, insyaalloh ini bukan karena Loli kok! Papa tenang saja. Menurut artikel yang Mama baca, perdarahan di usia ini wajar kok." Ucapku berusaha menenangkannya. Walau jauh di dalam hati, sebenarnya jantungku dag dig dug der juga.

Setelah di USG, kondisi janin dalam keadaan sehat. Dokter memberi resep penguat kandungan dan vitamin. Saya dan suami berucap lega. Tiba di rumah saya langsung istirahat dan nonton acara TV kesayangan. 

Apakah kucing mati menyebabkan 'kesialan'

Saat suami sedang membersihkan mobil, tiba-tiba, dia berteriak, "Maaaa! Si Loli ma!" tergopoh-gopoh saya keluar. Hati terasa berdesir, saat suami memangku badan Si Loli. Kepala kucing itu terkulai, ekornya kaku. Darah beku mengalir dari kepala dan telinganya.

Loliku yang cantik berbulu tiga warna, yang bulunya halus bagai sutera, ekornya gelendotan di kaki. Yang setiap hari selalu setia, menemani hari-hari saya menjalani kehamilan ini. Sekarang dia telah pergi. Dengan cara yang begitu tragis. Oh My God.

Mungkin saat saya dan suami berkemas pergi ke dokter. Diam-diam Si Loli masuk ke mesin mobil. Entah apa yang ada di pikirannya. Apakah dia ingin mengantar saya. Merasa khawatir dengan keadaan saya? Entahlah.

Kata orang tua, :"Kalau kucing mati harus dikubur seperti cara mengubur manusia. Apalagi kalau kita menabrak kucing tersebut hingga meninggal. Harus dikapani dengan baju si sopirnya. Kalau tidak kesialan dan hal buruk akan menghampiri penabrak tersebut."

Saya dan suami melakukan semua ritual pepatah orang tua tersebut. Tanpa banyak bertanya dan alasan ini itu. Habis, ngeri juga kalau harus dihantui kesialan dan hal buruk. Lebih dari itu Loli sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Saya ingin dia beristirahat secara layak di kuburannya.

Tetangga yang mengetahui kejadian tewasnya Loli di mesin mobil kami itu berkata, :"Aduh ini pasti pertanda buruk, sesuatu kesialan akan terjadi pada keluarga ini. 

Apalagi istrinya sedang hamil. Bisa jadi ini pertanda kalau saat kelahiran anaknya nanti, seseorang diantara ibu dan anak ini akan meninggal." Wiiiiy bulu kuduk saya meremang.

Bijak dalam menyikapi mitos

Selama dua bulan terakhir menjalani kehamilan, saya dan suami tidak henti-hentinya berdoa, memohon keselamatan. Agar bayi yang ada dalam kandungan serta kami sekeluarga dijauhkan dari hal-hal buruk.

Di usia kehamilan sembilan bulan lebih sepuluh hari, saya melahirkan secara normal. Putra kami lahir dengan berat tiga setengah kilogram dan panjang lima puluh centi meter. Sehat, montok dan menggemaskan. Tidak kurang sesuatu apa pun seperti yang dikhawatirkan saya dan suami selama ini.

Yah, selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa. Percaya tidak percaya. Mitos itu memang hidup dan berkembang di sekitar kita. Semoga kita semua bisa berlaku bijak dalam menyikapinya. Sekali lagi, Good Bye Loli, moga kau tenang di alam sana. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun