1,5 tahun aku di negeri bauhinia bekerja menjaga janda lansia super pelit, setiap hari di tuduh mencuri makanannya, tidur di ruang tamu, hanya menikmati sisa makanan sekedar untuk mengganjal perut.
Iba-anmu, tangisanmu, penyesalanmu yang selalu kau ucap di ujung telepon, tak membuatku menoleh. Tapi, keberadaan Nela dan Laraslah yang membuatku kembali padamu. mengikhlaskan penghasilanku setiap bulan beralih ketanganmu. meski setiapkali usai menerima kiriman uang dariku, ibumu bilang kau selalu punya alasan untuk keluar rumah.
Aku bertahan disini dengan segala kekuranganku demi anak-anak kita. ku pertahankan rumah tangga denganmu karena mereka, setiap kata setajam belati ku biarkan menyayat diri ini, tuduhanmu bawa aku menjual diri di negeri orang tak ku hiraukan, tapi ada satu kata yang membuatku terpaksa mengambil keputusan. "Ibu, Laras kok sekarang kayak benci sama ibu,ya?!" kalimat yang terucap melalui telepon itu menyakitiku.
Anak-anak ibarat kertas putih, bagaimana orang melukisnya seperti itulah ia kelak.
"Mak, aku pasrah! Aku tak sanggup lagi." Ibu mertua sesenggukan di ujung telepon sana mendengar keputusanku.
Maafkan aku suamiku, aku menghormatimu tapi aku juga ingin bahagia. aku berhak untuk bahagia! keputusan telah ku ambil,. usiaku kini 39 tahun sedangkan engkau masih 29 tahun, kita terpaut jauh. Segala jerih payahku selama ini ku berikan padamu, semua kuikhlaskan. aku ingin menata hidup.
Dengan selisih usia yang jauh, di tambah sikapmu yang senang sembunyi-sembunyi menggandeng wanita muda lain, aku khawatir kelak ketika tak lagi mampu bekerja engkau akan menelantarkanku.
Suamiku, andainya engkau ingin menikah lagi aku izinkan dan jika engkau memang ingin tetap bersamaku seperti yang kau dengungkan detik-detik ini, berhentilah menyakitiku lagi. izinkan aku merengku bahagia tanpa celamu.
Aku tak membencimu.......!