"Betul, persaingan semakin sulit, kuota jalur mandiri sekarang 50%!"
Obrolan itu membuat saya nyengir. Dulu, saat saya kuliah di kampus tercinta, tahun 90 an, UKT yang saat itu masih bernama SPP, besarnya cuma 180 ribu/semester. Ditambah pembelian Buku Pegangan Kuliah yang disediakan kampus, paling total sekitar 300-an. Tapi itu dulu. Puluhan tahun yang lalu.
Dilansir dari liputan6.com, Menurut Pasal 1 ayat (3) Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013, UKT ditentukan berdasarkan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa sesuai kemampuan ekonominya
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 Tahun 2013, UKT adalah besaran biaya kuliah yang harus dibayar mahasiswa untuk tiap semester di Perguruan TinggiÂ
Beberapa tahun yang lalu, saat anak saya kuliah, SPP sudah diganti UKT, dan jalan masuk PTN juga semakin beragam.Â
Si sulung sebenarnya diterima di kampus tercinta, tapi untuk program D3. UKT nya cuma sekitar 4 juta lewat jalur mandiri.Â
Tapi di hari terakhir, dia diterima juga di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya lewat jalur mandiri sesuai jurusan yang diinginkan, D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
UKT nya 9.750.000 per semester. Dua kali lipat dari UKT jalur mandiri di D3 Hyperkes. Tapi Si sulung yang sudah sejak awal berminat masuk K3, memilih di Kampus yang UKTnya tinggi dibanding perguruan tinggi lain.Â
Sedang Si Bungsu yang diterima di Universitas Negeri di Kota Bogor juga lewat jalur mandiri,tapi program D3, UKTnya 6,5 juta/semester.Â
Berat? Tentulah berat bagi kami saat itu, sebab hanya suami yang bekerja sebagai pendidik di sebuah SMA negeri di sebuah kota kecamatan di Kabupaten Madiun. Sedang saya hanya Ibu Rumah Tangga yang harus pandai mengelola gaji suami, meski saya Sarjana pertanian dan mempunyai sertifikat mengajar biologi. Sesekali saya mendapat penghasilan dari honor menulis. Saat itu 1 cerpen yang dimuat honornya 200 ribu sekitar tahun 2002 an. Jauh lebih banyak dibanding honor menulis sekarang yang dihargai berdasarkan views.
Tapi Alhamdulillah, dengan kedisiplinan dan pengelolaan keuangan yang ketat, anak-anak bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu. Dan Si Bungsu melanjutkan kuliah kembali untuk transfer ke S1, setelah sempat terjeda. Sekarang juga sudah lulus dan menunggu wisuda bulan juli nanti.