Rintik hujan meluruh lirih. Membawa aura dingin yang menusuk. Tetes-tetes dari langit itu menyebar lembut,terkadang lebih deras. Suaranya cempreng bertabrakan  dengan atap seng di atas rumah.
Tazkia masih termangu, tidak tahu dengan apa yang akan dilakukan nya. Persiapan puasa ramadan tahun ini terasa hambar. Tazkia merasa gamang menjalani hari-harinya menjelang puasa.
Persiapan puasa yang ditunggu-tunggu nya berubah seketika. Semangatnya luruh, jatuh terkulai dengan sesuatu yang memukul jiwa.
"Dek, ada apa termenung di situ?"
Tazkia terlonjak kaget. Suara Mas Tyo sebenarnya biasa saja, tapi Tazkia sedang melamun, tentunya mengagetkan saat tiba-tiba Mas Tyo sudah ada di depannya.
Mungkin sudah dari tadi memanggil namanya, tapi Tazkia tidak mendengar karena berada di pojok rooftop sambil memandang hujan.
"Eh...iseng saja,Mas!" Jawab Tazkia tersipu.
"Ayo turun. Aku cari dari tadi ternyata di sini," Mas Tyo menggandengnya. Tazkia menurut, patuh mengikuti langkah Mas Tyo menuruni tangga.
"Hoek...Hoek..!" Tazkia memegangi perutnya. Wajahnya pucat. Ada rasa yang sulit diungkap.
Tazkia melepas tangan Mas Tyo dan berlari ke toilet. Di sana Tazkia memuntahkan isi perutnya sambil berlinang air mata.
"Dek, kamu ngidam?" Mas Tyo mengejar dan memijit tengkuk Tazkia. Tazkia menggeleng kuat. Dibersihkan mulutnya dari noda muntah, dan dibasuh wajahnya sehingga air matanya ikut terhapus.Â
"Aku istirahat dulu ya, Mas!"
Tazkia gegas ke kamar dan membaringkan tubuhnya di kasur empuk. Mas Tyo menyusul nya, Tazkia cepat-cepat membenamkan wajah di bawah bantal dan berusaha memejamkan mata. Tapi butiran hangat mengalir pelan dari matanya.Â
"Dek, kamu nggak papa?"
Tazkia hanya menggeleng, sementara di bawah bantal butiran bening semakin deras mengalir.
"Mungkin hanya perlu istirahat, Mas!" Akhirnya Tazkia menjawab sambil berusaha mengendalikan suaranya sewajar mungkin.
"Benar, kamu nggak ngidam?" Mas Tyo menatapnya dengan ekspresi yang sukar dilukiskan.
"Nggak!" Tazkia menjawab mantap.Â
"Ya, sudah. Tidur saja aku temani!" Mas Tyo ikut berbaring di samping Tazkia sambil memeluknya. Tazkia bergeming, tapi perutnya kembali mual. Tazkia berusaha menahan diri agar tidak muntah lagi.Â
Tazkia membenamkan diri di dada Mas Tyo, sementara airmata nya mengalir deras. Dan perutnya kembali mual meronta.
Ramadan kali ini terasa lebih tenang dan damai. Suara lantunan ayat suci masih terdengar, tapi suara petasan yang sering mengagetkannya lama tak terdengar. Grup patrol yang ramadan tahun lalu setia membangunkan sahur, kini juga tak pernah terdengar lagi.
"Dek, ayo ikut pengajian!" Mas Tyo mengajaknya di saat sudah siap berangkat. Berbaju Koko dan berkopiah putih Mas Tyo terlihat tampan dan Sholeh. Tazkia meringis saat sadar telah melamun kan suaminya sendiri.Â
"Ayuk berangkat!" Tazkia berdandan seperlunya hanya dalam waktu beberapa menit. Mas Tyo segera duduk di belakang kemudi yang mobilnya sudah dipanasi sejak tadi. Tazkia duduk di sampingnya. Mereka berangkat ke Pondok untuk mengikuti pengajian.
Sampai di sana pengajian sudah dimulai.
Mas Tyo dan Tazkia berpisah. Mengambil tempat duduk di barisannya masing-masing.
Tazkia bersama jamaah wanita, dan Mas Tyo bersama jamaah lelaki.
Tazkia mendapat tempat duduk di belakang. Hanya mendengar suara Ukhti Nur Jannah tanpa melihat orangnya. Suara Ukhti Jannah lembut tapi tegas. Empuk enak didengar memberikan materi yang sedang viral. "Perselingkuhan!"
Apakah terbersit juga untuk selingkuh di hati orang-orang seperti Ukhti Nur Jannah, dan semua jamaah yang khusyuk mendengarkan bahaya selingkuh?
Ah, Tazkia menghapus pertanyaan konyol yang sempat lewat di benaknyaÂ
Tazkia tunduk mendengarkan apa yang disampaikan ukhti Nur. "Wajahnya pasti cantik," batin Tazkia. Dirinya memang belum pernah bertemu atau melihat wajah Ukhti Nur.Â
Posisi duduknya di belakang, dan tubuh pendeknya tak mampu menjangkau untuk melihat sosok Ukhti Nur. Hanya suaranya yang jelas terdengar di telinga Tazkia.
"Semoga kita tidak pernah terbersit apalagi melakukan perselingkuhan ya. Perselingkuhan itu sangat berbahaya. Dosanya lebih besar dari zina!"
Ada rasa tak nyaman di hati Tazkia mendengar materi yang disampaikan Ukhti Nur.
"Jika zina itu di antara lajang, dosanya hanya dosa zina yang dilakukan. Tapi jika yang berzina orang yang sudah menikah, di situ juga ada pengkhianatan pada pasangannya!" Ukhti Nur melanjutkan kajiannya.
Tazkia tersentak saat mata indah di balik cadar mengajaknya bersalaman dan cipika cipiki.
Tazkia gemetar menyodorkan tangannya dan membiarkan ukhti Nur memeluknya sejenak, seperti yang dilakukan nya pada semua jamaah wanita.
"Ijin ke toilet ukhti..!"
Tazkia berlari ke toilet. Di sana ditumpahkan rasa mualnya dan dikeluarkan isi perutnya, dalam muntah yang parah. Sebuah gejala psikosomatik yang selalu dirasakan sejak dirinya menemukan chat mesum suaminya dan wanita bercadar berinisial EnJe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H