"Dek, kamu ngidam?" Mas Tyo mengejar dan memijit tengkuk Tazkia. Tazkia menggeleng kuat. Dibersihkan mulutnya dari noda muntah, dan dibasuh wajahnya sehingga air matanya ikut terhapus.Â
"Aku istirahat dulu ya, Mas!"
Tazkia gegas ke kamar dan membaringkan tubuhnya di kasur empuk. Mas Tyo menyusul nya, Tazkia cepat-cepat membenamkan wajah di bawah bantal dan berusaha memejamkan mata. Tapi butiran hangat mengalir pelan dari matanya.Â
"Dek, kamu nggak papa?"
Tazkia hanya menggeleng, sementara di bawah bantal butiran bening semakin deras mengalir.
"Mungkin hanya perlu istirahat, Mas!" Akhirnya Tazkia menjawab sambil berusaha mengendalikan suaranya sewajar mungkin.
"Benar, kamu nggak ngidam?" Mas Tyo menatapnya dengan ekspresi yang sukar dilukiskan.
"Nggak!" Tazkia menjawab mantap.Â
"Ya, sudah. Tidur saja aku temani!" Mas Tyo ikut berbaring di samping Tazkia sambil memeluknya. Tazkia bergeming, tapi perutnya kembali mual. Tazkia berusaha menahan diri agar tidak muntah lagi.Â
Tazkia membenamkan diri di dada Mas Tyo, sementara airmata nya mengalir deras. Dan perutnya kembali mual meronta.
Ramadan kali ini terasa lebih tenang dan damai. Suara lantunan ayat suci masih terdengar, tapi suara petasan yang sering mengagetkannya lama tak terdengar. Grup patrol yang ramadan tahun lalu setia membangunkan sahur, kini juga tak pernah terdengar lagi.