Debat cawapres yang ditunggu sebagian besar rakyat Indonesia telah terlaksana tadi malam.
Luar biasa?
Tidak terlalu!
Seru?
Lumayan!
Siapa bintangnya?
Gibran Rakabuming Raka?
Tentu ketiganya yang menjadi bintang, sebab merekalah yang menjadi fokus pandangan dari jutaan publik tanah air yang ingin menyaksikan visi dan misi mereka.
Saya tidak ingin membahas esensi dari setiap gagasan dan program yang dikemukakan masing-masing cawapres.
Sebab tentunya lebih penting pelaksanaannya jika mereka terpilih nantinya.
Kalau ingin berkata jujur, publik pastilah paling penasaran dan ingin mengetahui performa Gibran Rakabuming Raka yang sebelumnya banyak menuai sensasi dan kontroversi.
Kenyataannya, Gibran tampil percaya diri. Sangat percaya diri malah, saat saya melihat penampilannya dalam debat tadi malam.
Bagaimana banyak istilah-istilah asing dan kekinian yang dilontarkan, tentunya mengundang kekaguman audiens. Tapi sebaliknya juga bisa jadi blunder, karena audiens justru sebenarnya tidak paham apa yang dipaparkan.
Seperti pernyataan, " Saya tidak ingin berburu di kebon binatang. Tapi saya ingin menggemukkan hewan yang ada!"
Bagi saya itu aneh. Kebon binatang itu untuk menyimpan keanekaragaman, bukan kumpulan ternak untuk dikonsumsi, sehingga harus digemukkan kemudian disembelih.
Prioritasnya tentu keberlanjutan kehidupan hewan yang ada, agar bisa berkembang  biak dan memperkaya biodiversitas, bukan untuk dikonsumsi, dijual, atau dijadikan sumber penghasilan untuk meningkatkan perekonomian rakyat.
Beda dengan peternakan. Tujuannya jelas. Untuk dikonsumsi dan sumber penghasilan.
Ada beberapa blunder yang dilakukan Gibran. Karena mengajukan pertanyaan yang kurang jelas, seperti memberikan singkatan dengan clue yang justru tidak menyebutkan kepanjangan dari SGIE, sehingga ada 2 menit sia-sia yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk adu argumen.
Ini tentu merugikan audiens yang seharusnya bisa dimanfaatkan mengetahui program meningkatkan peringkat Indonesia dalam SGIE menurut pandangan Muhaimin Iskandar.
Tapi karena pertanyaan yang tidak jelas, dan tidak dipahami akhirnya waktu habis sia-sia hanya untuk mengulang dan menjelaskan pertanyaan. Sayang sekali!
Tanya Jawab dalam debat, harusnya merangsang para kandidat untuk memaparkan visi dan misi berkaitan dengan tema yang diusung. Bukan sekedar tanya jawab yang jawabannya mutlak benar atau salah sesuai keinginan penanya.
Tapi jawaban penanya dan yang menjawab ini merupakan ide, gagasan, atau apa yang dilakukan dalam mengatasi permasalah yang dihadapi negara.
Bukan kuis yang jawabannya betul dan salah, tapi lebih ide, gagasan dan pelaksanaannya di lapangan.
Akan mubazir dan sayang sekali jika para kandidat justru membahas pertanyaan yang seharusnya tidak perlu dibahas (lagi).
Sehingga sarana untuk memaparkan visi dan misi justru tereliminasi karena pertanyaan yang sulit dimengerti dan dipahami, sehingga tidak bisa dijawab.
Di sini para kandidat dituntut juga untuk mempunyai kemampuan bertanya, sehingga mudah dipahami, dan bisa mendapatkan jawaban atau dijawab sesuai pertanyaan yang diajukan.
Tentunya kemampuan menjawab dan memahami pertanyaan juga, sehingga visi dan misi yang dipaparkan merupakan solusi dan jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
Bukan pertanyaan ke selatan, jawaban ke timur dan berlari kencang, sehingga cepat sampai tapi tidak bertemu dengan jawaban nya.
Prof. Mahfudz MD di awal agak terbata-bata dalam menyampaikan visi dan misinya, tapi kemudian semakin tenang sampai debat hampir berakhir.Â
Dalam menjawab Pertanyaan tentang Carbon capture and storage (CCS), Prof. Mahfud MD memaparkan regulasi dengan langkah regulasi hukum secara umum, tapi dianggap tidak menjawab pertanyaannya, oleh Gibran Rakabuming Raka.
Sementara Gibran sendiri tidak bisa memaparkan regulasi nya karena dia sendiri tidak bisa menjelaskan apa itu carbon Capture and storage, dan malah membanggakan kalau dirinya berpengalaman menjadi walikota. Jadinya malah keluar dari jawaban regulasi carbon Capture and storage itu sendiri.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), carbon capture and storage adalah salah satu teknologi mitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi CO2 (karbon dioksida) ke atmosfer. Hal ini mungkin dianggap perlu regulasi khusus, terlepas dari langkah menyusun regulasi yang biasa dilakukan.
Begitu pula dengan pertanyaan untuk Cak Imin, Gibran menanyakan bagaimana menaikkan peringkat Indonesia dalam SGIE.
Pertanyaan ini yang membuat 2 menit terbuang sia-sia, sebab Gibran langsung menyebut SGIE tanpa menyebutkan kepanjangannya, sehingga Cak Imin tidak paham pertanyaan yang diajukan kepadanya.
SGIE merupakan singkatan dari State of the Global Islamic Economy.Â
Ini adalah sebuah laporan tahunan mengenai ekonomi halal dunia yang disusun dan dipublikasikan oleh Dinar Standard.Â
Indonesia Baru berperan dalam sertifikasi makanan halal dan skincare.
SGIE ini sudah diproduksi sampai edisi ke-9.
Untuk itulah Gibran menanyakan kiat apa yang akan dilakukan Cak Imin untuk meningkatkan peringkat halal Indonesia dalam SGIE.
Sementara Gus Imin cukup berimprovisasi dan penuh antusias, tapi memang program nya masih secara umum, belum menjurus langsung dan fokus pada satu masalah.
Debat cawapres ini mungkin seru, tapi mungkin untuk debat selanjutnya bisa dikembalikan pada rel dan tujuan debat yang merupakan sarana pemaparan visi, misi dan program.
Bukan justru terlempar dari jalur dan kehilangan esensi dan substansi, hanya karena ingin unjuk gigi dan menjatuhkan orang lain.
Sejauh ini, mungkin kalau itu ada di Kompasiana, ketiga kandidat adalah artikel pilihan, Artikel Utama, dan Artikel populer.
Bisa ditebakkah siapa kandidat yang tepat sebagai artikel pilihan, artikel utama, dan artikel terpopuler?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H